Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Tradisi Tedak Siten di Kalipare Malang, Tradisi yang Sudah Jarang Ditemukan di Masyarakat

Kompas.com, 13 Januari 2025, 12:38 WIB
Imron Hakiki,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Di tengah gerimis yang menyelimuti, rumah Taufik Hidayat di Desa Kalipare, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang, dipenuhi oleh sanak saudara dan tetangga pada Minggu (12/1/2024) sore.

Suasana tersebut berbeda dari hari-hari biasa, karena Taufik menggelar ritual Tedak Siten untuk putri sulungnya, Ummu Zahra Rosyidah, yang telah berusia 8 bulan.

Tedak Siten merupakan ritual yang dilakukan untuk menandai langkah pertama seorang anak di atas tanah, yang dalam tradisi Jawa dikenal dengan istilah tujuh lapan, setara dengan 245 hari atau sekitar 8 bulan dalam kalender Masehi.

Baca juga: Mengenal Upacara Tedak Siten, Tradisi Masyarakat Jawa

Meskipun tradisi ini masih populer di kalangan masyarakat Jawa, tidak sedikit yang telah meninggalkannya di era modern ini.

Di beberapa daerah, Tedak Siten juga dikenal dengan istilah 'Mudun Lemah' dan memiliki variasi dalam pelaksanaannya.

Di Desa Kalipare, penduduknya tidak hanya terdiri dari orang Jawa, tetapi juga orang Madura.

Dalam konteks ini, orang Madura mengadaptasi tradisi tersebut dengan sebutan 'Toron Tanah', yang berarti turun ke tanah.

Mengacu pada laman Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, Tedak Siten berasal dari kata "tedhak" yang berarti "menapakkan kaki" dan "siten" yang berasal dari kata "siti" yang berarti "bumi" atau "tanah".

Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan kepada bumi, tempat anak mulai belajar menginjakkan kaki.

Anak Taufik Hidayat dituntun memilih barang yang berada di anyaman tampah dalam prosesi Tedak Siten, sebagai simbol doa untuk masa depan anak.IMRON HAKIKI/KOMPAS.com Anak Taufik Hidayat dituntun memilih barang yang berada di anyaman tampah dalam prosesi Tedak Siten, sebagai simbol doa untuk masa depan anak.

Ritual Tedak Siten di rumah Taufik dipenuhi dengan makna.

Prosesi ini diiringi oleh doa-doa dari orang tua dan sesepuh, yang diharapkan dapat membawa kesuksesan bagi anak dalam menjalani kehidupannya.

Setiap perlengkapan yang disiapkan selama prosesi mengandung simbol-simbol yang kaya makna.

Dalam pelaksanaan Tedak Siten, keluarga Taufik menggabungkan budaya Jawa dan agama Islam.

Para undangan mengelilingi tujuh kue tetal dan wajik yang ditata di sisi kanan dan kiri tangga dari batang tebu, sambil membaca selawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Tangga tersebut terdiri dari tujuh anak tangga yang dihiasi dengan beragam buah-buahan dan jajanan pasar.

Baca juga: Mengenal Tradisi Tedak Siten dan 7 Tahapannya

Selama pembacaan selawat, Ummu Zahra dituntun untuk menapaki tujuh kue tetal dan wajik, serta melewati tangga tebu sebanyak lima kali.

KH Chozin Aliwafa, salah satu tokoh masyarakat yang memimpin prosesi, menjelaskan bahwa kue wajik dan tetal sebanyak tujuh biji melambangkan perjalanan Nabi Muhammad SAW ke langit ketujuh dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj.

"Naik turunnya lima kali, sebagai simbol perintah shalat dalam Islam, yang dikerjakan lima waktu dalam sehari, dengan harapan anak ini nantinya rajin menjalankan ibadah shalat lima waktu," ungkapnya.

Setelah menapaki tangga, anak Taufik dituntun untuk memilih salah satu dari beberapa barang yang diletakkan dalam anyaman tampah, yang berisi kitab suci Al-Quran, alat tulis, jagung, uang, dan baju.

Baca juga: Tedak Siten, Upacara Adat Jawa Tengah, Tujuan, Latar Belakang, dan Prosesi

Kyai Chozin menambahkan bahwa setiap barang tersebut mengandung simbol doa orang tua.

Ummu Zahra memilih alat tulis, yang berarti harapan orangtuanya agar dia menjadi anak yang pandai dan cerdas.

"Itu berarti perwujudan doa dan harapan orangtuanya semoga kelak dia menjadi orang yang pandai dan cerdas," pungkasnya.

Setelah semua prosesi selesai, Kyai Chozin memimpin doa dan semua kue yang ada dibagikan kepada sanak saudara untuk dinikmati bersama.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau