Sariyem, lansia 81 tahun penjual sayuran di Pasar Plaosan yang terlihat masih gesit tersebut mengaku sudah puluhan tahun menjadi pelanggan tepo tahu Mbah Yanti.
Dia mengaku, dulu jualan Mbah Yanti sangat ramai pembeli. Dia suka dengan tepo tahu original karena rasa tahu, tempe, sambal kacang serta tauge dan seledri bisa dirasakan masing masing.
“Senengnya karena enak. Saya bisa merasakan tempe, tahu dan teponya karena tidak banyak bumbu yang digunakan, sehingga rasa gurih sambal kacang itu terasa,” ujar dia.
Semetar Siran (77), petani Desa Singolangu, mengaku bisa seminggu sekali datang ke Pasar Plaosan membeli tepo tahu buatan Mbah Yanti.
Baca juga: Ayam Taliwang, Sensasi Lembut Ayam Kampung yang Tak Lekang Manjakan Lidah
Dia senang dengan rasa original tepo tahu Mbah Yanti yang menurutnya rasnya tidak berubah.
“Karena murah, satu porsi hanya Rp 6.000. Dulu tepo tahu ya seperti ini tidak ada telor goreng atau tambahan lainya,” ucap dia.
Yanti mengaku sebelum Pandemi Covid-19 bisa menghabiskan beras 15 kilogram dengan bantuan dua orang untuk membuat bahan dan jualan tepo tahu.
Sayangnya, saat ini dia hanya bisa menghabiskan tiga kilogram saja. Ketiga anaknya juga lebih memlih menggeluti bidang lainn, ketimbang membantu dia berjualan tepo tahu.
“Anak saya ketiga-tiganya memilih pekerjaan lain. Mungkin karena pasar sekarang sepi dibandingkan 10 tahun lalu."
"Mungkin tidak ada lagi yang mau menggeluti jualan tepo tahu resep nenek moyang kami,” sebut Mbah Yanti lirih.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang