Salin Artikel

Mencicipi Tepo Tahu, Panganan Lawas yang "Original" dari Magetan

Lalu, tahu dan tempe goreng yang masih mengepul karena baru diangkat dari penggorengan diiris menjadi bagian lebih kecil.

Irisan tempe dan tahu yang panas tersebut kemudian ditempatkan di atas tepo, lalu ditutup dengan rebusan tauge dan daun seledri.

Adonan tersebut kemudian disempurnakan dengan kecap manis, dan terakhir disiram campuran air bawang dan sedikit minyak.

“Ini namanya tepo tahu original, asli dari mbah buyut saya. Saya keturunan ke tiga menjual tepo tahu di pasar sini,” ujar Yanti di balik meja pikul di belakang Pasar Plaosan, Kabupaten Magetan, Minggu (24/11/2024).

Yanti mengaku sudah 41 tahun menjual tepo tahu di pasar Plaosan, dan telah berpindah-pindah tempat jualan sebanyak tujuh kali.

“Sejak jaman pasar ada beringin besar dulu sudah jualan di situ. Terus beberapa kali pindah karena pasar dibangun, dan terakhir pindah karena pasar kebakaran kemarin. Pembeli tahu nyari saya di mana,” kata dia.

Tak ada penguat rasa, semua dibuat sendiri

Yanti mengaku, hampir semua bahan pembuatan tepo tahu original jualannya dimasak sendiri.

Semua bahan sudah dipersiapkan sejak sore hari dengan pembuatan tepo yang dibuat dengan pilihan beras sari hasil panen sawah miliknya sendiri, atau tetangganya.

Daun pisang sebagai pembungkus tepo juga dipilih dari daun pisang klutuk yang akan membuat hasil teponya lembut dan gurih dengan beraroma wangi daun pisang.

“Beras dari hasil panen sendiri itu akan menghasilkan tepo yang empuk dan gurih dan bungkus daun pisangnya juga pengaruh pada wangi tepo,” kata dia.

Tak kalah penting bahan tepo tahu original Mbah Yanti adalah sambal kacang tanpa cabai sebagai ciri khas tepo tahu jualannya -yang juga diracik sendiri.

Bahannya adalah kacang tanah yang disangrai dengan campuran bawang putih, garam tanpa gula merah, sehingga sambalnya berwarna putih.

Sambal tersebut sangat memengaruhi cita rasa tepo tahu jualannya. Sementara, bahan lain seperti tauge dan daun seledri biasanya dia beli dipasar.

“Sambal kacang tanpa cabai kita ambil untuk rasa gurihnya,” ucap dia.

Ciri khas lain dari tepo tahu ini adalah tahu dan tempe yang digoreng langsung saat ada pembeli, sehingga rasa gurih dari tahu dan tempe terasa kuat saat disantap.

Kecap untuk memberikan rasa manis juga dipilih kecap tawon yang sudah menjadi langganan kakeknya sejak jaman dahulu.

“Untuk kecap ini juga kecap jaman kakek saya jualan, karena rasa kecap itu mendukung campuran sambal kacang dan tahu serta tempenya."

"Yang membedakan tepo tahu saya adalah tidak menggunakan penguat rasa, hanya menggunakan bawang putih," sambung dia.

Sariyem, lansia 81 tahun penjual sayuran di Pasar Plaosan yang terlihat masih gesit tersebut mengaku sudah puluhan tahun menjadi pelanggan tepo tahu Mbah Yanti.

Dia mengaku, dulu jualan Mbah Yanti sangat ramai pembeli. Dia suka dengan tepo tahu original karena rasa tahu, tempe, sambal kacang serta tauge dan seledri bisa dirasakan masing masing.

“Senengnya karena enak. Saya bisa merasakan tempe, tahu dan teponya karena tidak banyak bumbu yang digunakan, sehingga rasa gurih sambal kacang itu terasa,” ujar dia.

Semetar Siran (77), petani Desa Singolangu, mengaku bisa seminggu sekali datang ke Pasar Plaosan membeli tepo tahu buatan Mbah Yanti.

Dia senang dengan rasa original tepo tahu Mbah Yanti yang menurutnya rasnya tidak berubah.

“Karena murah, satu porsi hanya Rp 6.000. Dulu tepo tahu ya seperti ini tidak ada telor goreng atau tambahan lainya,” ucap dia.

Yanti mengaku sebelum Pandemi Covid-19 bisa menghabiskan beras 15 kilogram dengan bantuan dua orang untuk membuat bahan dan jualan tepo tahu.

Sayangnya, saat ini dia hanya bisa menghabiskan tiga kilogram saja. Ketiga anaknya juga lebih memlih menggeluti bidang lainn, ketimbang membantu dia berjualan tepo tahu.

“Anak saya ketiga-tiganya memilih pekerjaan lain. Mungkin karena pasar sekarang sepi dibandingkan 10 tahun lalu."

"Mungkin tidak ada lagi yang mau menggeluti jualan tepo tahu resep nenek moyang kami,” sebut Mbah Yanti lirih.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/11/26/054920278/mencicipi-tepo-tahu-panganan-lawas-yang-original-dari-magetan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com