Salah satu proses yang membedakan dengan tahu pada umumnya adalah pengepresan yang dilakukan setelah perebusan.
“Dipres dengan cara ditindih. Itu yang membuat padat. Jadi, satu potong tahu kuning ini bahannya setara dengan dua potong tahu umumnya,” ujar Siswanto pada medio November 2024.
Pembeda lainnya adalah perebusan terakhir. Pada tahapan akhir inilah warna kuning mencolok itu mulai muncul.
Warna kuning itu didapat melalui dua bahan yang berbeda. Pertama, menggunakan serbuk kunyit dan yang kedua adalah penggunaan pewarna makanan.
“Kalau untuk yang tahu premium pakai kunyit, tapi kalau untuk pasaran ya pakai pewarna makanan,” lanjut Siswanto.
Baca juga: Soto Daging Bu Kanti Madiun, Eksis Manjakan Lidah sejak 1966
Dua bahan tersebut aman dikonsumsi. Namun belakangan penggunaan pewarna makanan banyak diaplikasikan karena dianggap lebih simpel dan ramah ongkos produksi.
Pada perebusan akhir itu juga diikuti dengan penambahan garam sebagai penambah citarasa gurih, lalu ditutup dengan tahapan pengeringan atau diangin-anginkan.
Dua proses akhir itu pula yang membuat daya tahan tahu menjadi relatif lebih lama daripada tahu biasa.
“Nanti pengemasannya menggunakan besek (kotak anyaman bambu),” pungkas Siswanto yang juga membuka lapak oleh-oleh tahu di Jalan Letjen Suparman Kota Kediri itu.
Baca juga: Nasi Goreng Anglo Kediri, Kuliner Hasil Akulturasi Budaya
Dosen Sejarah Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri Sigit Widiatmoko mengatakan, tahu takwa mempunyai sejumlah keunggulan karena dibuat dari sari kedelai yang benar-benar halus dan berkualitas terbaik.
Nama takwa sendiri, menurutnya, bukan makna kepatuhan kepada Tuhan dalam konsep religi. Tetapi serapan dari nama Tiongkok menjadi pelafalan lokal atau Jawa.
“Dalam konteks asli taufu, lidah Jawa menjadi takwa,” ujar Sigit Widiatmoko, Kamis (21/11/2024).