Mayoritas pedagang sate kelinci di Telaga Sarangan berjualan sudah lebih dari 10 tahun. Erna, pemilik warung sate kelinci di sebelah utara Telaga Sarangan mengaku, awalnya suaminya yang berjualan sate kelinci pikul untuk membantu orangtuanya yang juga pedagang sate kelinci.
Saat ini, sudah lebih dari 35 tahun berjualan sate kelinci pikul yang kemudian memilih membuat warung untuk dirinya berjualan sate kelinci setelah menikah.
“Suami saya yang sejak sebelum nikah sudah membantu orangtuanya jualan sate kelinci keliling, seteah menikah bangun warung agar pelanggan mudah mencari,” kata Erna di warung miliknya.
Baca juga: Rem Blong, Sepeda Motor yang Ditumpangi Muda-mudi Terjun ke Area Sawah di Jalur Maut Sarangan
Erna mengatakan, saat ini lebih dari 100 pedagang sate kelinci yang berjualan, tersebar di seputar Telaga Sarangan. Para pedagang saat ini tidak mengalami kesulitan untuk mencari daging kelinci, lontong serta bumbu sambal kacang tersebut karena telah ada pedagang yang memasok kebutuhan mereka.
Para pedagang akan mudah mendapatkan daging kelinci filet, sambal kacang bahkan lontong yang sudah masak.
“Bahan-bahannya dijamin fresh, seperti kelinci baru disembelih, kemudian lontong juga sudah ada pemasok, bahkan sambal kacang itu tinggal kita meminta sebarapa pedas atau seberapa manis sambal kacangnya sesuai dengan racikan masing-masing warung,” imbuh Erna.
Baca juga: Pintu Air Telaga Sarangan Akan Ditutup Akhir September, Ini Alasannya
Daryanto, pedagang sate pikul mengaku memilih berjualan dengan menggunakan rombong kecil yang dipanggul agar lebuh unik. Biasanya, dia memilih mangkal di pinggir Telaga Sarangan dekat terminal di sore hari, namun jika hari Sabtu dan Minggu di mengaku memilih berjualan di pagi hingga siang hari.
“Kalau hari biasa jualan sore hari sampai malam karena biasanya ramainya jelang malam. Semalam bisa menghabiskan daging kelinci satu kilogram, itu akan jadi 10 porsi dengan harga seporsi Rp 20.000. Itu sudah pakai lontong. Kalau hari minggu bisa habis dua kilogram atau 20 porsi,” katanya.
Untuk harga satu porsi sate kelinci yang berisi 10 tusuk sate dan lontong sudah menjadi kesepakatan bersama pedagang sate kelinci yang tergabung dalam paguyuban. Dengan kesamaan harga tersebut sehingga tidak ada lagi persaingan harga.
“Sekarang kesepakatan satu porsi harganya Rp 20.000 plus lontong agar tidak ada persaingan harga,” ucap Daryanto.
Keberadaan pedagang sate kelinci keliling di Telaga Sarangan terekam di sebuah foto yang terpajang di Gedung Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Magetan. Dalam foto tersebut terlihat pedagang sate keliling di Telaga Sarangan dengan menggunakan pikulan bambu terekam di foto yang dibuat pada tahun 1930.
Dari foto tersebut terlihat dua pedagang yang salah satunya menggunakan pikulan untuk berdagang sate, sementara satu pedagang lainnya seorang ibu terlihat menggunakan dua buah meja untuk menjajakan makanan.
Arsiparis Muda Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Magetan Sri Rahayu mengatakan, foto pedagang sate kelinci dengan menggunakan pikulan tersebut merupakan arsip milik Pemkab Magetan yang diambil dari Arsip Nasional Republik Indonesia.
“Dari data yang kita miliki, dari ANRI foto tersebut diambil di Sarangan pada tahun 1930,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Dari foto hitam putih tersebut, Telaga Sarangan terlihat masih merupakan telaga alami yang belum tersentuh pembangunan.
Batas air telaga telihat di belakang kedua pedagang tanpa adanya batas tanggul. Di Foto tersebut Telaga Sarangan terlihat tak seluas seperti saat ini. Di pinggir telaga juga tak terlihat adanya jalan lingkar.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang