"Kalau 17 tahun kan masih di bawah umur. Kok bisa jadi pelatih. Usia segitu kan masih labil. Tidak ada orang dewasa juga di sana," ungkap Ihsan.
Namun beberapa jam kemudian, Ihsan ditelepon kakaknya yakni ibu kandung Alif dan diminta untuk mencabut laporan ke polisi.
"Saya sempat kaget kenapa kakak saya minta cabut laporan. Tapi itu hak dari ibunya Alif. Katanya biar anaknya tenang, dan sudah diikhlaskan," ungkap Ihsan.
Baca juga: 10 Oknum Pesilat Ditetapkan Tersangka Pengeroyokan Remaja di Malang
Menurut Ikhsan, keponakannya adalah sosok yang pendiam dan juga rajin belajar. Sebagai paman, Ikhsan mengaku masih berusaha mengikhlaskan kepergian Alif.
"Kalau Alif pulang dari pondokan kan tinggal di sini. Jangan sampai dimarahi sama keluarga sendiri. Ini malah dipukuli sama orang lain. Tapi ya kami berusaha ikhlas. Sudah jalannya Alif meninggal seperti ini," kata Iksan.
Sementara itu Sumilah (45), ibu kandung Alif mengaku langsung pulang dari Bekasi ke Banyuwangi saat mendengar anak pertamanya meninggal dunia.
"Saya dapat kabar jam 3 sore dan berangkat jam 5 sore sewa mobil sendiri. Perjalanan 18 jam dari Bekasi ke Banyuwangi langsung ke rumah sakit dan tahu anak saya sudah meninggal," kata Sumilah.
Sumilah mengaku awalnya menyetujui saat keluarga lapor polisi. Namun di tengah perjalanan ke Banyuwangi, ia merasa harus mengikhlaskan kematian anaknya.
"Itu baru beberapa jam di perjalanan, saya berpikir, buat laporan ke polisi pun tak akan membuat anak saya hidup kembali. Saya telepon keluarga di Banyuwangi dan meminta untuk mencabut laporan," kata Sumilah.
Baca juga: Korban Pengeroyokan Oknum Pesilat di Malang Meninggal Setelah Koma Berhari-hari
Sumilah mengaku banyak yang mempertanyakan keputusannya mencabut laporan ke polisi. Namun ia yakin bahwa keputusannya yang terbaik untuk mendiang anak pertamanya.
"Mas Alif itu anak yang setia kawan. Sering sekali berbagi ke teman-temannya di pondokan. Saya yakin, Mas Alif juga enggak akan suka jika temannya dihukum."
"Saya pikir, ini sudah jalannya Mas Alif meninggal seperti ini. Jika Mas Alif langsung meninggal, berarti dia tak sempat merasakan sakit," kata dia.
Ia membenarkan bahwa terduga pelaku tercatat sebagai warga Lampung. Namum menurut Sumilah, keluarga besar JAZ yang ada di Banyuwangi sudah bertemu dengannya.
"Keluarganya sudah ke sini. Tapi orang tuanyanya belum karena masih di Lampung. Katannya mau ke sini. Kalau sama pelatihhnya, saya tidak mau bertemu dengannya," kata Sumilah.
Sumilah bercerita Alif adalah anak pertama. Anak keduanya juga mondok di pondok pesantren tempat Alif belajar dan anak bungsunya, masih tinggal bersamanya di Bekasi.
Baca juga: Lakukan Sweeping, 7 Pesilat di Ngawi Ditangkap
"Saya dan suami memang sengaja memondokkan Alif dan adiknnya di Banyuwangi karena dekat rumah, walau KTP Bekasi, kami asli dari Banyuwangi," kata dia.
Menurut Sumilah, ia dan suaminya berharap agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang tinggi.
"Saya ini hanya lulusan SD. Suami kerja di pengecoran jalan di Bekasi. Kami pinginnya anak-anak pendidikannya di atas kami. Termasuk Alif dan adik-adiknya."
"Itu alasan kami pondokkan. Tapi sekali lagi ini takdir, kami harus ikhlaskan," kata dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang