Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Anak 14 Tahun di Banyuwangi yang Meninggal Usai Dipukul Pelatihnya, Dikenal Pendiam dan Setia Kawan

Kompas.com, 25 September 2024, 13:14 WIB
Rachmawati,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

"Kalau 17 tahun kan masih di bawah umur. Kok bisa jadi pelatih. Usia segitu kan masih labil. Tidak ada orang dewasa juga di sana," ungkap Ihsan.

Namun beberapa jam kemudian, Ihsan ditelepon kakaknya yakni ibu kandung Alif dan diminta untuk mencabut laporan ke polisi.

"Saya sempat kaget kenapa kakak saya minta cabut laporan. Tapi itu hak dari ibunya Alif. Katanya biar anaknya tenang, dan sudah diikhlaskan," ungkap Ihsan.

Baca juga: 10 Oknum Pesilat Ditetapkan Tersangka Pengeroyokan Remaja di Malang

Menurut Ikhsan, keponakannya adalah sosok yang pendiam dan juga rajin belajar. Sebagai paman, Ikhsan mengaku masih berusaha mengikhlaskan kepergian Alif.

"Kalau Alif pulang dari pondokan kan tinggal di sini. Jangan sampai dimarahi sama keluarga sendiri. Ini malah dipukuli sama orang lain. Tapi ya kami berusaha ikhlas. Sudah jalannya Alif meninggal seperti ini," kata Iksan.

Sementara itu Sumilah (45), ibu kandung Alif mengaku langsung pulang dari Bekasi ke Banyuwangi saat mendengar anak pertamanya meninggal dunia.

"Saya dapat kabar jam 3 sore dan berangkat jam 5 sore sewa mobil sendiri. Perjalanan 18 jam dari Bekasi ke Banyuwangi langsung ke rumah sakit dan tahu anak saya sudah meninggal," kata Sumilah.

Sumilah mengaku awalnya menyetujui saat keluarga lapor polisi. Namun di tengah perjalanan ke Banyuwangi, ia merasa harus mengikhlaskan kematian anaknya.

"Itu baru beberapa jam di perjalanan, saya berpikir, buat laporan ke polisi pun tak akan membuat anak saya hidup kembali. Saya telepon keluarga di Banyuwangi dan meminta untuk mencabut laporan," kata Sumilah.

Baca juga: Korban Pengeroyokan Oknum Pesilat di Malang Meninggal Setelah Koma Berhari-hari

Sumilah mengaku banyak yang mempertanyakan keputusannya mencabut laporan ke polisi. Namun ia yakin bahwa keputusannya yang terbaik untuk mendiang anak pertamanya.

"Mas Alif itu anak yang setia kawan. Sering sekali berbagi ke teman-temannya di pondokan. Saya yakin, Mas Alif juga enggak akan suka jika temannya dihukum."

"Saya pikir, ini sudah jalannya Mas Alif meninggal seperti ini. Jika Mas Alif langsung meninggal, berarti dia tak sempat merasakan sakit," kata dia.

Ia membenarkan bahwa terduga pelaku tercatat sebagai warga Lampung. Namum menurut Sumilah, keluarga besar JAZ yang ada di Banyuwangi sudah bertemu dengannya.

"Keluarganya sudah ke sini. Tapi orang tuanyanya belum karena masih di Lampung. Katannya mau ke sini. Kalau sama pelatihhnya, saya tidak mau bertemu dengannya," kata Sumilah.

Sumilah bercerita Alif adalah anak pertama. Anak keduanya juga mondok di pondok pesantren tempat Alif belajar dan anak bungsunya, masih tinggal bersamanya di Bekasi.

Baca juga: Lakukan Sweeping, 7 Pesilat di Ngawi Ditangkap

"Saya dan suami memang sengaja memondokkan Alif dan adiknnya di Banyuwangi karena dekat rumah, walau KTP Bekasi, kami asli dari Banyuwangi," kata dia.

Menurut Sumilah, ia dan suaminya berharap agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang tinggi.

"Saya ini hanya lulusan SD. Suami kerja di pengecoran jalan di Bekasi. Kami pinginnya anak-anak pendidikannya di atas kami. Termasuk Alif dan adik-adiknya."

"Itu alasan kami pondokkan. Tapi sekali lagi ini takdir, kami harus ikhlaskan," kata dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau