Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kakek di Malang Dipenjara karena Pelihara Ikan Aligator, Sudah Dirawat Selama 18 Tahun

Kompas.com, 11 September 2024, 20:40 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Piyono, kakek berusia 61 tahun asal Kota Malang divonis 5 bulan karena memelihara ikan aligator gar.

Tangisan Piyono pecah saat vonis dibacakan di Pengadilan Negeri Malang Kelas IA Kota Malang pada Senin (9/9/2024).

Tak hanya Piyono, anggota keluarga dari kakek dengan tiga cucu yang datang ke Ruang Sidang Garuda juga tak kuasa menahan tangis.

Setelah mendengar vonis itu, Priyono mengaku pasrah. Ia merasa sebagai penjahat besar. Padahal yang ia lakukan tak merugikan siapa pun saat memelihara ikan tersebut.

"Saya ini orang bodoh, tidak tahu apa-apa, sudah berusaha berbuat baik, hanya memelihara ikan itu tetapi dipenjara, ini saya sudah seperti penjahat," kata Piyono, Senin.

Baca juga: Kakek Pemelihara Ikan Aligator Gar di Malang Divonis 5 Bulan Penjara

Ikan dirawat selama 18 tahun

Anak dari Piyono, Aji Nuryanto berharap kakek 61 tahun itu dibebaskan. Ia dan keluarga mengaku tidak mengetahui adanya aturan larangan pemeliharaan ikan aligator gar.

Menurut Aji, ikan tersebut dibeli di Pasar Burung Splendid, Kota Malang pada tahun 2006. Kala itu ikan yang dibeli ada delapan ekor ukuran kecil dan harganya Rp 10.000 per ekor.

Dengan berjalannya waktu, ikan aligator gar terus tumbuh dan yang tersisa hanya lima ekor.

"Memeliharanya sejak tahun 2006, jadi dipelihara kurang lebih 16 tahun, sedangkan aturan atau undang-undangnya itu baru ada sejak tahun 2020, ikan ini juga dijual di pasaran bebas," kata Aji.

Baca juga: Mirip Kasus di Bali, Kakek di Malang Disidang karena Pelihara Ikan Aligator Gar

Tak ada sosialisasi

Menurut Aji, pada Jumat (2/2/2024), petugas Polda Jatim mendatangi kolam pemancingan milik ayahnya yang ada di Kelurahan Sawojajar, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.

Petugas kemudian menemukan lima ikan aligator gar di kolam pemancingan milik Piyono.

"Katanya petugas kepolisian tahunya dari warga, tapi warga yang mana tidak mungkin, selama ini tidak ada yang mempermasalahkan, dipelihara sendiri," kata dia.

Lalu petugas dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Satuan Wilayah Surabaya juga mendatangi lokasi pada 22 Februari 2024.

"Sempat ditanyai sama petugasnya dari kelautan ditanyai apakah ada sosialisasi? Enggak ada, enggak pernah," kata Aji.

Baca juga: Warga Dipidana karena Pelihara Landak Jawa, Pemprov Bali Buka Suara

Menurut Aji, ikan yang dirawat selama 18 tahun itu sudah berukuran 1 meter dan ditempatkan di kolam karantina yang terpisah dengan kolam pemancingan yang ada.

Lalu kelima ekor ikan itu dimusnahkan dengan disaksikan oleh petugas kepolisian dan Piyono ditahan pada 6 Agustus lalu di Lapas Kelas I Malang Lowokwaru.

"Saya juga tidak dapat pemberitahuan, saya lihat HP-nya bapak tiba-tiba saya ditelepon diminta ke kejaksaan untuk mengambil barang-barang bapak, ternyata ditahan, surat penahanannya seperti apa tidak tahu," kata dia.

Kondisi kesehatan menurun

Seorang kakek bernama Piyono (61) asal Kota Malang, Jawa Timur berurusan dengan hukum gegara memelihara ikan aligator gar yang biasa digunakan untuk membersihkan kolam ikan. KOMPAS.com/ Nugraha Perdana Seorang kakek bernama Piyono (61) asal Kota Malang, Jawa Timur berurusan dengan hukum gegara memelihara ikan aligator gar yang biasa digunakan untuk membersihkan kolam ikan.
Aji mengatakan kesehatan ayahnya menurun karena selama dua tahun terakhir, Priyono menderita diabetes dan melakukan pengobatan rutin menggunakan suntik insulin.

"Selama ditahan diganti mengonsumsi obat menggunakan pil, kondisi kesehatannya menurun," kata dia.

Piyono juga masih memiliki tanggungjawab menguliahkan satu dari ketiga anaknya.

"Ada satu yang masih kuliah di Surabaya, cucunya tiga," kata dia.

Hal senada juga sampaikan penasihat hukum Piyono, Guntur Putra Abdi Wijaya. Ia mengatakan Piyono sebelumnya tidak pernah menerima sosialisasi terkait aturan larangan pemeliharaan ikan aligator dari Pemerintah.

Selain itu Piyono juga tidak pernah terlibat persoalan hukum sebelumnya.

Baca juga: Kasus Pelihara Landak Jawa, Nyoman Sukena Ditahan Tanpa Ada Pembinaan

"Upaya hukum yang kami lakukan, berharap terdakwa ini dibebaskan atau menjadi tahanan percobaan, atau tahanan kota sehingga seperti wajib lapor saja," kata dia.

Ia mengatakan putusan Majelis Hakim telah memberatkan terdakwa dan perasaan keluarga. Dia mengaku sudah berupaya mengajukan upaya hukum agar ada putusan bebas.

"Atau seringan-ringannya, di mana terdakwa berada di rumah, dengan wajib lapor, tetapi hakim berpendapat lain, dengan hal ini memberatkan keluarga," kata dia.

Guntur mengatakan, untuk selanjutnya pihaknya belum bisa menyampaikan langkah apa yang akan dilakukan.

"Kami berkoordinasi dahulu dengan pihak keluarga, langkah apa yang kami tempuh, supaya sidang terdakwa cepat selesai," kata dia.

Dia mengatakan, Piyono merasa tidak bersalah karena memelihara ikan sejak sebelum muncul aturan pidana yang mengatur soal hewan tersebut.

Baca juga: Dari Kasus I Nyoman Sukena, Mengapa Landak Jawa Dilindungi?

"Jadi terdakwa memelihara tidak merugikan lingkungan, yang selanjutnya masih banyak juga pedagang yang berjualan ikan ini, ketiga tidak ada sosialisasi yang diterima oleh terdakwa dari pihak-pihak terkait tentang larangan ini," kata dia.

Jaksa sebut putusan dinilai memenuhi rasa keadilan

Ikan Aligator Gar adalah spesies ikan air tawar yang tidak boleh dipelihara di Indonesia. Sebab, ikan ini merupakan spesies ikan dari perairan di Amerika.SHUTTERSTOCK/Nantawat Chotsuwan Ikan Aligator Gar adalah spesies ikan air tawar yang tidak boleh dipelihara di Indonesia. Sebab, ikan ini merupakan spesies ikan dari perairan di Amerika.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kota Malang, Su'udi mengatakan, putusan Majelis Hakim yang ada dinilai telah memenuhi rasa keadilan dan dinilainya ringan.

Menanggapi rasa keberatan dari terdakwa, Su'udi mengatakan, suatu aturan hukum yang sudah ada dan ditetapkan maka masyarakat sudah dianggap tahu, sehingga perbuatan Piyono melanggar hukum.

Disinggung soal opsi restorative justice yang tidak dilakukan terhadap terdakwa, dia menyampaikan, bahwa perkara ini adalah limpahan dari Polda Jatim.

"Kemudian tidak ada korbannya, tidak ada perdamaian. Ini kan deliknya formil, orang yang memelihara ikan yang dilarang, jadi tidak dipersyaratkan korban, jadi perbuatannya yang dilarang," kata dia.

Putusan Majelis Hakim ini lebih ringan dari sidang agenda tuntutan yang disampaikan JPU Kejari Kota Malang beberapa waktu lalu, yakni delapan bulan penjara dan subsider dua bulan penjara atau denda Rp 10 juta.

Baca juga: Kasus 6 Satwa Hilang, BKSDA Jatim Tuntut Madiun Umbul Square Segera Kembalikan Hewan yang Dijual

Pihaknya juga merasa telah mempertimbangkan hal-hal yang meringankan terhadap terdakwa.

"Sudah ditulis dalam tuntutan kami, seperti beliau berusia tua, memiliki sakit, sudah disampaikan di persidangan, dan ini putusan akhirnya," kata dia lagi.

Vonis yang ada terhitung dengan masa tahanan yang sudah dijalankan sejak awal Agustus 2024 ini.

"Tinggal empat bulan, atau tiga bulanlah, sebentar lagi sebenarnya," kata dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Nugraha Perdana | Editor: Glori K. Wadrianto)

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Surabaya
Syukur Aziz Jalani Hidup dengan Upah Rp 1.300 per Barang sebagai Kurir Paket
Syukur Aziz Jalani Hidup dengan Upah Rp 1.300 per Barang sebagai Kurir Paket
Surabaya
Hujan Deras, Tanah Longsor Timpa Rumah Warga di Madiun
Hujan Deras, Tanah Longsor Timpa Rumah Warga di Madiun
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau