Honor senilai Rp 800.000 per bulan untuk kebutuhan tujuh anggota keluarga Kibtiyah tentu tidak cukup. Namun, Kibtiyah tidak pernah khawatir. Ia yakin rezeki keluarganya sudah diatur oleh Allah SWT.
"Adik ipar saya kalau siang bekerja sebagai buruh tani. Kadang kami juga diberi bantuan oleh jamaah masjid dan warga sekitar. Dari situlah kebutuhan ekonomi kami tercukupi," jelasnya.
Kibtiyah mengaku menikmati profesinya sebagai marbut masjid itu. Ia justru merasa kehidupannya lebih tenang dan tentram.
"Belum tentu orang yang lebih kaya dari saya, akan lebih tenang dan tentram seperti saya. Bisa jadi mereka lebih pusing. Mungkin itu yang dinamakan keberkahan," imbuhnya.
Baca juga: Kisah Marbut Masjid Mengabdi karena Panggilan Hati, Bertahan sampai Tua meski Digaji Sekadarnya
Kibtiyah percaya, menjadi marbut masjid itu akan menjadi bekalnya di akhirat nanti.
Masjid Fathul Bari sendiri adalah salah satu masjid tertua di kawasan Kecamatan Pagelaran dan Gondanglegi, Kabupaten Malang. Masjid itu dibangun oleh salah satu pengusaha penggilingan gula merah setempat, H. Fathul Bari pada sekitar tahun 1940-an dengan biaya 100 persen berasal dari pengusaha tersebut.
Pembangunan masjid bertujuan membangkitkan keimanan umat muslim di kawasan Desa Karangsuko, Kecamatan Pagelaran dan Desa Sukosari, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang.
"Adanya masjid ini terbilang masjid pertama yang ada di kawasan Kecamatan Pagelaran dan Gondanglegi, Kabupaten Malang," jelasnya.
Baca juga: Cerita Hamzah 8 Tahun Jadi Marbut di Masjid Sultan Bima, Dapat Hak Kelola Sawah
Pada masa awal keberadaan masjid tersebut, semua kegiatan beribadah di masjid dipimpin oleh KH Latifi bin Baidowi, salah satu tokoh agama setempat. Sedangkan kegiatan pengajian diampu oleh anak H Fathul Bari, H Jufri.
Menariknya, sejak awal pembangunan hingga saat ini, masjid seluas sekitar 30x30 meter itu tidak mengalami perubahan atau renovasi.
"Mungkin masjid ini menjadi salah satu dari sedikit masjid yang tidak mengalami perubahan struktur bangunan sejak awal berdirinya," tutur Kibtiyah.
Meskipun tidak pernah direnovasi, bangunan masjid itu tampak terlihat masih kokoh. Pilar-pilar pun tampak keasliannya serta masih menggunakan lantai marmer kuno, dengan arsitektur kuno bernuansa timur tengah.
"Arsiterktur masjid ini mengadopsi dari arsitektur masjid Nabawi, Mekkah," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.