Dari hobinya tersebut, Wirodiharjo dikenal dengan sebutan Wirobalung, karena aktivitasnya mengumpulkan balung buto atau fosil manusia purba.
Pada tahun 1980/1981, Pemerintah Daerah Ngawi mendirikan museum mini untuk menampung koleksi fosil Wirodiharjo.
Museum Trinil dibuat untuk mengingatkan Pithecanthropus erectus sebagai hasil temuan Eugene Ddubois dan tugu sebagai monumen.
Baca juga: Museum Trinil Ngawi Teliti Fosil Kaki Gajah Purba yang Ditemukan Warga
Pada tanggal 20 November 1991, Museum Trinil diresmikan bersamaan dengan 100 tahun penemuan Pithecanthropus erectus.
Museum Trinil menempati bekas rumah Wirodiharjo yang telah diganti dan berlokasi di tepian Sungai Bengawan Solo.
Museum Trinil memiliki beragam koleksi fosil, seperti manusia purba, hewan purba, dan peralatan yang digunakan manusia purba pada masa lalu.
Koleksi yang paling terkenal adalah gading gajah purba yang sangat besar jika dibandingkan ukuran gading gajah saat ini.
Ada juga koleksi fosil banteng purba, cangkang kerang raksasa, daan lainnya.
Museum Trinil dilengkapi dengan diorama fosil purbakala untuk memberikan diskripsi dan identitasnya.
Bagi pengunjung yang ingin menikmati peninggalan sejarah di Museum Trinil akan dikenakan tiket masuk sebesar Rp 1.000 untuk anak-anak dan pelajar serta Rp 3.000 untuk dewasa.
Museum Trinil buka mulai pukul 08.00 - 15.00 WIB dari hari Selasa hingga Minggu. Pada hari Senin, museum tutup.
Untuk hari Jumat, ada jam istirahat pada pukul 11.00 - 13.00 WIB.
Jarak tempuh Museum Trinil dari pusat Ngawi sekitar 12,9 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 22 menit.
Perjalanan akan melalui Jalan Maospati-Solo dan Jalan Raya Solo.
Penulis: Widya Lestari Ningsih
Sumber:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.