Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perempuan Agung di Balik Kejayaan Majapahit dalam Pementasan Opera Gayatri Sri Rajapatni

Kompas.com, 5 November 2023, 15:42 WIB
Moh. SyafiĆ­,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pementasan bernuansa sakral dengan latar cerita sejarah Kerajaan Majapahit tersaji di Museum Majapahit Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (4/11/2023) malam.

Perpaduan seni teatrikal, musik tradisional dari berbagai etnis di nusantara, serta seni kontemporer instalasi cahaya menjadikan pementasan Opera Majapahit: Gayatri Sri Rajapatni berlangsung epik.

Dipentaskan secara epik di bumi Majapahit selama lebih dari satu setengah jam, Opera Gayatri Sri Rajapatni yang disutradarai Mia Johannes atau Mhyajo tak sekadar memukau. 

Pementasan opera yang dipadukan dengan pemutaran film dan pertunjukan musik dari Indonesian National Orchestra pimpinan Franki Raden, serta dilengkapi penata cahaya, Iwan Hutapea, mampu menghipnotis penonton yang hadir.

Baca juga: Kunjungi Kampung Majapahit Mojokerto, Sandiaga Ingatkan Menariknya Wisata Sejarah Indonesia

Selain itu, sajian cerita tanpa banyak bumbu, memudahkan penonton memahami alur cerita sejarah perjalanan Kerajaan Majapahit.

Pementasan Opera Majapahit: Gayatri Sri Rajapatni di Museum Majapahit Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (4/11/2023) malam.KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ Pementasan Opera Majapahit: Gayatri Sri Rajapatni di Museum Majapahit Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (4/11/2023) malam.

Sosok Gayatri

Pementasan Opera Majapahit: Gayatri Sri Rajapatni menampilkan sosok Gayatri atau Dyah Dewi Gayatri Kumara Rajassa sebagai tokoh utama dalam cerita.

Gayatri merupakan istri pertama Raden Wijaya, raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Majapahit. Dia juga merupakan putri bungsu Kertanegara, raja terakhir Kerajaan Singasari. 

Dari pernikahannya dengan Raden Wijaya, perempuan dengan gelar Rajapatni tersebut memiliki dua putri, Tribhuwana dan Wiyah Rajadewi.

Gayatri, menurut sutradara Opera Gayatri Mhyajo, merupakan sosok sentral dalam sejarah perjalanan Kerajaan Majapahit, dari masa kelahiran hingga menuju kejayaan.

Baca juga: Mengenal Pendopo Agung Trowulan yang Berdiri di Bekas Pendopo Agung Kerajaan Majapahit

Sosok Gayatri, jelas dia, bukan sekadar putri raja. Sisi ketangguhannya terlihat setelah kejatuhan Kerajaan Singasari akibat pemberontakan Jayakatwang dari Kediri.

"Kalau Gayatri tidak memihak Raden Wijaya dan tidak menjanjikan kerajaan baru setelah Singasari dihabisi oleh (raja Kediri) Jayakatwang, maka tidak ada Majapahit,” kata Mhyajo.

“Kenapa Gayatri, menurut saya dia itu akar dari Kerajaan Majapahit,” ujar Mhyajo, saat ditemui menjelang pementasan Opera Majapahit Gayatri Sri Rajapatni di Mojokerto, Sabtu.

Pementasan Opera Majapahit: Gayatri Sri Rajapatni di Museum Majapahit Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (4/11/2023) malam.KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ Pementasan Opera Majapahit: Gayatri Sri Rajapatni di Museum Majapahit Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (4/11/2023) malam.

Jalan cerita

Jalan cerita Opera Gayatri yang dipentaskan di Museum Trowulan atau Pusat Informasi Majapahit, diawali peperangan antara Kertanegara dan pasukan Kerajaan Singasari dengan Jayakatwang dan pasukan Kediri.

Jayakatwang dan pasukannya mampu memenangkan peperangan. Kertanegara tewas di tangan Jayakatwang dan Kerajaan Singasari pun jatuh.

Kesedihan dirasakan Gayatri. Dia menuju Kediri sebagai pihak yang kalah perang dengan luka dan cinta, serta keyakinan bakal hadirnya kerajaan baru melalui Raden Wijaya.

Baca juga: Mengenal Kolam Segaran, Kolam Kuno Peninggalan Kerajaan Majapahit

Babak berikutnya dalam Opera Gayatri, menampilkan sosok Arya Wiraraja yang memintakan pengampunan dan penyerahan diri Raden Wijaya kepada Jayakatwang.

Raden Wijaya yang mendapatkan pengampunan dari Jayakatwang, akhirnya bertemu dengan Gayatri, sang istri.

Selain itu Wijaya juga mendapatkan tanah perdikan di wilayah yang akhirnya menjadi bumi Majapahit.

Jalan cerita selanjutnya menampilkan kehadiran tentara Mongol yang kemudian bekerja sama dengan Raden Wijaya untuk menjatuhkan Kerajaan Kediri.

Setelah menjatuhkan Kediri dan menyingkirkan tentara Mongol, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit. Selain Gayatri, Raden Wijaya didampingi 4 permaisuri lainnya saat memimpin Majapahit.

Baca juga: Mengenal Makam Troloyo, Makam Islam Zaman Kerajaan Majapahit

Opera Gayatri juga menampilkan cerita naiknya Jayanegara sebagai raja Majapahit setelah Raden Wijaya mangkat, dilanjutkan dengan adegan terbunuhnya Jayanegara oleh Ra Tanca.

Sepeninggal Jayanegara, Gayatri semestinya naik takhta. Namun, dirinya memilih menjadi bhiksuni dan meminta anaknya, Tribhuwana, naik menjadi pemimpin Kerajaan Majapahit.

Kisah berikutnya menghadirkan sosok Gajah Mada, serta naiknya Hayam Wuruk, cucu Gayatri, sebagai raja Majapahit.

Pakem sejarah

Sutradara Opera Gayatri Mia Johannes atau Mhyajo mengungkapkan, cerita yang dibawakan dalam opera disusun dari proses riset dan kajian mendalam.

Penyusunan naskah melibatkan berbagai pihak, antara lain arkeolog dan sejarawan, serta Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI yang ada di Jawa Timur.

“Urutan dari kejadian tidak saya otak-atik, karena sekali lagi itu adalah sejarah. Seperti membaca, seperti masuk ke kelas sejarah tanpa dibumbui terlalu banyak,” kata Mhyajo.

Baca juga: Tim Ekskavasi Situs Keputren Temukan Wadah Air Zaman Majapahit

Opera Gayatri, jelas dia, bertujuan mengedukasi masyarakat tentang sejarah kerajaan besar nusantara, sehingga tidak banyak improvisasi dalam penyusunan cerita.

“Untuk cerita-ceritanya sendiri, penambahan-penambahan atau improvisasinya seperti mengalir. Literasi-literasi dan narasumber yang kami tampung, saya bisa bilang bahwa 80 persen adalah pakem,” ujar dia.

Pementasan Opera Majapahit: Gayatri Sri Rajapatni di Museum Majapahit Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (4/11/2023) malam.KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ Pementasan Opera Majapahit: Gayatri Sri Rajapatni di Museum Majapahit Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (4/11/2023) malam.

Peringatan berdirinya Majapahit

Kerajaan Majapahit yang menjadi latar cerita dalam Opera Gayatri Sri Rajapatni merupakan imperium di wilayah Nusantara pada ke-13 hingga abad ke-16 masehi.

Berdirinya Majapahit ditandai dengan sengkalan Purneng Kartika Masa Pancadasi pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 Saka, atau tanggal 12 bulan November tahun 1293 dalam kalender Masehi.

Dengan banyaknya artefak dan berbagai peninggalan arkeologis yang ditemukan, pusat Kerajaan Majapahit diyakini berada di wilayah Kabupaten Mojokerto, khususnya di sebagian besar wilayah Trowulan.

Baca juga: Jika Pasukan Mongol Tidak ke Jawa, Mungkin Majapahit Tidak Pernah Ada

Sekretaris Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek, Fitra Arda, mengatakan, era Majapahit pada masa klasik menandai ideologi politik baru untuk mengikat teritori Nusantara dalam satu kesatuan pemerintahan (kerajaan). 

Ideologi kesatuan pada imperium Majapahit merupakan jiwa dari konstelasi politik pemerintahan bertajuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir di masa modern Nusantara. 

Dia menjelaskan, Opera Majapahit: Gayatri Sri Rajapatni menjadi bagian penting dalam menguatkan identitas serta menjaga nilai-nilai keluhuran budaya Majapahit melalui aktualisasi pentas atau ekspresi seni budaya dengan mengangkat salah satu tokoh penting Majapahit, Rajapatni Gayatri.

Pementasan Opera Gayatri di tanah kelahirannya, diharapkan bisa menginspirasi masyarakat dalam berbagai upaya pelestarian budaya untuk mewujudkan ketahanan budaya.

"Ini salah satu bentuk mengaktualkan tokoh-tokoh masa lalu yang sebetulnya sangat menginspirasi kita semuanya, melalui langkah-langkah atau dalam bentuk kekinian,” kata Fitra Arda, di Trowulan, Mojokerto, Sabtu.

Baca juga: Isi Prasasti Kedengan Peninggalan Kerajaan Majapahit

Dia menjelaskan, Opera Gayatri merupakan bagian dari kegiatan peringatan hari Majapahit bertajuk Gaung Sakala Bhumi Majapahit “Merawat Peradaban Majapahit” 2023.

“Jadi Gaung Sangkala Majapahit ini bukan sekadar memperingati, tapi momentum bagi kita membangun dan membangkitkan keterikatan pada siapapun dengan peninggalan-peninggalan Majapahit. Ini sebagai upaya mewujudkan ketahahanan budaya,” ujar Fitra Arda.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau