MADIUN, KOMPAS.com - Guru SMP Negeri 10 Kota Madiun, F, harus menerima sanksi tak boleh lagi mengajar. Itu adalah buntut dari pemberian hukuman fisik F kepada siswa berinisial G.
G bersama lima siswa lainnya diminta F untuk lari keliling lapangan basket lima kali tanpa alas kaki di siang bolong, Rabu (27/9/2023). Alhasil, telapak kaki G melepuh.
Sanksi diberikan F lantaran enam muridnya itu tak mengikuti kegiatan keagamaan.
F disebut sempat panik saat kaki G melepuh. Ia langsung mengobati G di Unit Kesehatan Sekolah (UKS) lalu mengantarnya pulang ke rumah orang tua G yang berjarak sekitar 300 meter dari sekolah.
Baca juga: Siswa SMP di Kota Madiun Dihukum Guru Lari Keliling Lapangan hingga 2 Telapak Kaki Melepuh
Sesampainya di rumah, ibu kandung G, Novia Tri Handayani (39), meminta suaminya mengecek kondisi kaki G.
“Saya telepon suami saya. Dan ternyata kondisi telapak kaki anak saya yang kiri melepuh lebar dan telapak yang kanan melepuh lebar sampai kulitnya robek berdarah serta masih ada butiran pasir kasar yang menempel," kata Novi, Rabu (4/10/2023).
Ia menuturkan, kondisi anaknya sampai dengan Rabu ini belum bisa berjalan dengan normal.
Terlebih usai dihukum anaknya merasakan kesakitan yang luar biasa,menangis, bahkan sampai demam hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit.
Novi menceritakan petaka yang menimpa anak sulungnya itu terjadi saat istirahat siang. Menurut Novi, anaknya tak ikut kegiatan keagamaan di sekolah.
“Saat istirahat siang itu, siswa muslim menjalankan salat dzuhur berjemaah. Sementara siswa non muslim itu mengikuti kumpulan membaca al kitab ditempat sendiri. Pada waktu itu anak saya tidak ikut kumpulan itu,” kata Novi, panggilan akrabnya.
Baca juga: Cerita Siswa di Madiun Dihukum Lari Keliling Lapangan hingga Telapak Kakinya Melepuh
Saat siswa lain mengikuti kegiatan agama, G ada di ruang perpustakaan mengerjakan PR atas sepengetahuan wali kelasnya.
Setelah istirahat selesai, anaknya ketemu dengan guru kesiswaan. Kemudian guru kesiswaan itu menyarankan kepada F untuk menghukum G dan lima siswa lain yang tidak ikut kumpulan.
Selanjutnya, kata Novi, F meminta enam siswa itu mengeliling lapangan basket tanpa alas kaki di tengah kondisi cuaca yang terik. Para siswa baru boleh berhenti berlari setelah F itu memintanya.
Tak terima dengan kondisi anaknya, Novi bersama suaminya bernama Sarono Surtiono (48) bertekad membawa persoalan ini ke aparat penegak hukum.
Novi yang kesehariannya bekerja sebagai pembantu rumah tangga ini berusaha mencari keadilan dengan mendatangi Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan pihak SMPN 10 Kota Madiun agar anaknya kelak mendapat perlindungan ketika kasus ini sampai diproses hukum.