David menceritakan, terdapat beberapa aturan terkait dengan tradisi tiban yang harus dilakukan oleh pria dengan bertelanjang dada.
"Jadi setiap orang memiliki kesempatan mencambuk sebanyak tiga kali hingga mengenai dan melukai tubuh lawan. Kalau melanggar aturan cambukan bisa dikurangi," kata David.
Baca juga: Dampak Kemarau, Harga Timun dan Wortel di Pasar Soreang Bandung Naik
Adapun peserta dilarang mencambuk bagian kepala dan bawah perut. Yang lebih menarik, cambuk yang digunakan dibuat khusus dari batangan lidi daun aren dan dililit oleh bilah bambu apus.
Bahan cambuk itu sengaja dibuat, agar pertarungan di atas arena berjalan sportif dan tidak mengurangi nilai esensi dari tujuan tradisi meminta hujan itu.
"Lawan yang menjadi sasaran cambuk, diperkenankan menghindar dengan menangkis atau menjegal serangan," ujar David.
Baca juga: Tradisi Selamatan Maulid Nabi di Magetan, Gantikan Tumpeng dengan Pisang
Salah satu warga Desa Tamanagung yang disebut sebagai senior petarung Tiban, adalah Ceho.
Dia mengaku ikut tradisi tiban sejak pertama kali digelar pada Jumat (29/9/2023) lalu.
"Tiban ini tradisi yang selalu saya tunggu selama 15 tahun. Alhamdulillah bisa terlaksana kembali. Saya sejak Jumat ikut terus, luka di tubuh ini sudah tidak terasa karena kalau sudah di arena dan mendengar musik, sudah lupa rasa sakitnya," kata dia.
Menurut Ceho, yang paling penting disiapkan dalam pertarungan tradisi tiban adalah mental dan fisik yang prima.
"Karena yang dihadapi di arena adalah cambukan pada tubuh tanpa pelindung," tandas Ceho.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.