LUMAJANG, KOMPAS.com - Puluhan wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, melakban mulutnya untuk memprotes RUU Penyiaran, Jumat (17/5/2024).
Mereka juga membawa poster berisi tulisan "RUU Penyiaran=Pembungkaman Pers", "Suara Jurnalis Suara Rakyat #Tolak RUU Pentiaran" dan berjalan di depan Kantor Pemerintah Kabupaten Lumajang.
Baca juga: Kritik RUU Penyiaran, Akademisi Untidar Magelang: Ada Upaya Batasi Gerak-gerik Pers
Massa menuntut, pemerintah mencegah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melanjutkan pembahasan RUU Penyiaran.
Ketua PWI Lumajang Mujibul Choir menilai, RUU penyiaran yang tengah dibahas badan legislasi DPR RI sebagai upaya pembungkaman terhadap kebebasan pers.
"Saya melihat pembahasan RUU penyiaran ini adalah upaya pembungkaman pers," kata Choir di Alun-alun Lumajang, Jumat (17/5/2024).
Baca juga: Kacau-balau RUU Penyiaran, Ancam Demokrasi dan Pasung Kebebasan Pers
Meski pejabat Pemkab Lumajang tidak menemui demonstran, Choir berharap, aksi yang dilakukan insan pers Lumajang tersebut bisa disampaikan kepada para pemangku kepentingan yang ada di Jakarta.
"Kita berharap para pejabat yang melihat aksi kita ini bisa menyampaikan kepada penguasa yang ada di Jakarta," tambahnya.
Baca juga: DPR dan Pemerintah Didesak Libatkan Masyarakat Bahas RUU Penyiaran
Sementara, Ketua IJTI Pokja Lumajang Wawan Sugiarto mempertanyakan urgensi dibahasnya RUU Penyiaran ini.
Menurutnya, ada suatu hal yang sedang ditakutkan dan sengaja ingin ditutupi oleh pemerintah dan DPR.
"Apa sebenarnya yang ditakutkan sehingga RUU penyiaran ini dibahas, pers dilarang menayangkan hasil liputan investigasi, sebenarnya apa yang sedang ditutupi pemerintah dan DPR," terang Wawan.
Wawan menyebut, aksi penolakan terhadap RUU penyiaran akan terus dilakukan oleh para insan pers sampai pembahasannya betul-betul dihentikan.
"Kita tetap akan aksi, apalagi kalau sampai disahkan maka siap-siap gedung DPR akan berhadapan dengan komunitas pers," tegasnya.
Sebagai informasi, RUU penyiaran direncanakan menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. RUU penyiaran diinisiasi DPR.
Setidaknya, ada 7 pasal yang menuai kontroversi yakni:
1. Pasal 8A ayat (1) huruf q