BANYUWANGI, KOMPAS.com - Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandini mengatakan, pasangan yang menikah pada usia yang masih sangat muda atau belum matang cenderung belum siap untuk menjadi orangtua.
Pasangan tersebut bisa jadi minim pengetahuan tentang gizi dan perawatan saat kehamilan. Mereka juga minim pengetahuan tentang pertumbuhan dan kebutuhan anak.
Maka, anak-anak yang lahir dari pernikahan dini kerap menjadi korban stunting. Itu pula yang terjadi di Banyuwangi.
“Sebagian besar penyebab stunting (di Banyuwangi) bukan cuma gizi dan ekonomi, tapi karena pola asuh,” kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dalam acara di SMAN 1 Wongsorejo, Rabu (9/8/2023).
Ketidaktahuan tentang pola asuh anak sering kali terjadi karena pernikahan dini. Dan pernikahan anak menjadi salah satu pemicu utama stunting di Banyuwangi, khususnya di Desa Wongsorejo.
Baca juga: Kejar Prevalensi Stunting 14 Persen di Jatim, 1 Juta Butir Telur Dibagikan ke Keluarga Rentan
“Karena pernikahan anak yang marak dan banyak di Kecamatan Wongsorejo, mereka secara fisik masih memiliki kekurangan. Belum sempurna reproduksinya, juga pengetahuan dalam pendidikan keluarga,” imbuhnya.
Hal inilah yang melatarbelakangi kasus stunting, atau gangguan pertumbuhan pada anak.
Ipuk mengatakan, anak stunting seringkali lahir dari ibu-ibu muda yang belum mengerti pola asuh anak secara matang dan menyeluruh.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana Kabupaten Banyuwangi Henik Setyorini mengatakan masih maraknya pernikahan di bawah umur di Desa Wongsorejo.
Baca juga: Kampanyekan Penurunan Angka Stunting, Khofifah Ajak Ratusan Anak Makan Telur dan Minum Susu
"Desa Wongsorejo ini peringkat kedua pernikahan dini yang paling tinggi di Banyuwangi, jadi paling banyak dispensasi (menikah di bawah umur) yang diajukan oleh warga ke Pak Kades (Kepala desa)," kata Henik.
Ketidaksiapan ibu muda untuk memiliki anak, kata dia, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental.
Alhasil, tak hanya salah asuh sejak di dalam kandungan yang menyebabkan stunting, anak-anak yang lahir tanpa persiapan juga cenderung menimbulkan masalah baru.
Terutama, kata Henik, jika orangtuanya belum memiliki kematangan emosional dan psikologis. Kasus parah bisa mengarah menjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau bahkan perceraian.
Baca juga: Pravelensi Kasus Stunting di Sikka Diklaim Turun 0,8
"Perempuan menikah di usia muda, lalu punya anak, lalu bertengkar antara anak dan ibu yang masih anak-anak. Belum stabil emosinya,” kata dia.
Oleh karena itu, Henik berpesan beberapa hal kepada generasi muda, khususnya masyarakat di daerah dengan budaya menikah dini masih mengakar.
Antara lain, jangan menikah terlalu muda, bagi perempuan usia matangnya adalah minimal 21 tahun dan laki-laki 25 tahun.
“Jangan terlalu tua juga, jangan di atas 35 tahun. Terlalu dekat jarak atau usia anaknya, jadi ibunya lupa menggunakan pil kontrasepsi,” pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.