Pada tahun 1676, pasukan Trunojoyo mengalahkan pasukan Mataram di Gegodog, dekat Tuban.
Kemenangan ini membuka jalan bagi Trunojoyo dan pasukannya untuk menyerang dan merebut Surabaya, kota pelabuhan terbesar di Jawa Timur.
Pasukan Trunojoyo juga membakar sejumlah kota pantai lainnya seperti Gresik, Jepara, dan Cirebon.
Pada akhirnya, Amangkurat I terpaksa melarikan diri dari keraton Plered menuju ke timur, tetapi meninggal di Tegalwangi pada tahun 16771.
Setelahnya, posisi pemerintahan diisi oleh Amangkurat II naik tahta sebagai raja Mataram untuk menggantikan ayahnya.
Di sisi lain, pasca telah kemenangannya di Plered, Pangeran Adipati Anom dan Trunojoyo yang sebelumnya bersekutu justru terlibat konflik.
Hal ini membuat Trunojoyo tidak memenuhi kesepakatan sebelumnya untuk menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Adipati Anom, yang naik tahta dengan gelar Amangkurat II.
Namun, sebagai penerus ternyata Amangkurat II tidak memiliki kekuatan militer yang cukup untuk menghadapi pasukan Raden Trunojoyo.
Akibatnya, Pangeran Adipati Anom memilih untuk beralih ke pihak ayahnya dan meminta bantuan VOC yang saat itu sedang berperang melawan Makassar untuk memadamkan serangan Trunojoyo.
VOC bersedia membantu Amangkurat II meredam perlawanan Trunojoyo dengan syarat ia harus membayar biaya perang dan menyerahkan beberapa wilayah pesisir kepada VOC sebagai jaminan.
Pada tahun 1677, VOC mengirimkan pasukan di bawah komando Cornelis Speelman untuk membantu Amangkurat II melawan pasukan Trunojoyo.
Pasukan VOC juga didukung oleh Arung Palakka, pemimpin Bugis yang telah berdamai dengan VOC setelah kekalahan Makassar.
Pasukan gabungan VOC-Mataram-Bugis berhasil mengalahkan pasukan Trunojoyo di sejumlah pertempuran, seperti di Kertosono (1678), Kediri (1678), dan Madiun (1679).
Karena dihantam kekalahan demi kekalahan membuat Trunojoyo sendiri terus melarikan diri ke arah selatan.
Pada akhirnya Trunojoyo tertangkap oleh pasukan VOC di daerah Ngantang pada Desember 1679.