Dia menyampaikan, perbedaan harga pupuk bersubsidi dan non-subsidi mencapai berkali-kali lipat. Contohnya, pupuk NPK non-subsidi untuk satu sak dengan berat 50 kilogram sekitar Rp 750.000. Sedangkan, pupuk NPK bersubsidi harganya Rp 115.000 untuk satu sak.
"Pupuk urea non-subsidi itu Rp 500.000, untuk yang subsidi sekitar Rp 111.000, perbedaannya jauh sekali," katanya.
Untuk menyiasati kondisi tersebut, para petani jeruk rata-rata terpaksa membeli pupuk non-subsidi. Kebutuhan pemupukan yang biasanya butuh 1 kilogram untuk satu pohon dalam sebulan, kini dikurangi menjadi setengah kilogram.
Untuk menjaga kualitas tanaman, petani menambahkan pupuk kandang. Biasanya, satu sak pupuk kandang fermentasi dengan berat 40 kilogram seharga Rp 35.000. Sedangkan, harga pupuk kandang basah yakni Rp 200.000 dengan ukuran satu pikap.
Baca juga: Nasib Kasus Dana PKH dan Penimbunan Pupuk Subsidi di Lumajang, Hampir 2 Tahun Bergulir
"Supaya kualitas tanamannya tetap sama, petani memberi pupuk kandang, memang itu bagus untuk memperbaiki pH tanah, tetapi kebutuhannya untuk dua pohon itu satu sak, jadi belum bawanya bolak-balik ke sana, bensin-nya berapa, operasional petani bertambah," katanya.
Sementara, kata Sumari, harga jual jeruk dari petani tidak bisa naik karena mengikuti harga pasaran.
Sumari memiliki 100 pohon jeruk jenis siam. Setiap panen, harga jual jeruk darinya rata-rata dijual sekitar Rp 10.000 per kilogram.
"Harga jeruk enggak bisa naik, karena tergantung pasarnya, keuntungannya berkurang karena biaya operasionalnya naik, belum lagi obat-obat pertaniannya," katanya.