Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluh Kesah Petani Jeruk dan Rumput Gajah di Kota Batu Tak Dapat Alokasi Pupuk Bersubsidi

Kompas.com - 23/05/2023, 13:58 WIB
Nugraha Perdana,
Andi Hartik

Tim Redaksi

BATU, KOMPAS.com - Sumari (50), petani jeruk dan rumput gajah di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur, kelimpungan menghadapi kebijakan pembatasan pupuk bersubsidi.

Pria yang merupakan ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sumber Bumi Makmur itu juga seringkali mendapat keluhan yang sama dari para petani lainnya.

Sumari menyampaikan, sekitar 90 persen dari lahan pertanian yang ada di desanya merupakan tanaman jeruk dan rumput gajah. Para petani dengan jenis tanaman tersebut tidak mendapat pupuk bersubsidi.

Baca juga: Polisi di Situbondo Bongkar Upaya Penyelundupan 2,5 Ton Pupuk Bersubsidi ke Probolinggo

Menurut Sumari, jumlah petani yang tergabung dalam Gapoktan Sumber Bumi Makmur sekitar 500 orang. Sementara petani yang menerima pupuk bersubsidi tahun ini hanya sekitar 300 orang.

"Lainnya sudah malas mengajukan, karena dibatasi hanya dapat 270 kilogram setiap hektare, ya kurang itu, yang bagi mboten ngertos (tidak memahami) kondisi petani," kata Sumari pada Selasa (23/5/2023).

Baca juga: Petani Bondowoso Unjuk Rasa Meminta Pupuk Subsidi, Ancam Golput di Pemilu 2024

Sebagai informasi, pemerintah pusat membatasi penerima pupuk bersubsidi dengan hanya mengalokasikan kepada para petani dengan 9 komoditas. Di antaranya, yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kakao dan kopi. Sebelumnya, alokasi pupuk subsidi untuk 70 jenis komoditas.

Menurutnya, kebijakan tersebut telah menyusahkan para petani.

"Banyak yang enggak masuk ketentuan 9 komoditas itu, seperti jeruk, jambu, rumput gajah, kayak mau dimatikan petani ini. Karena di desa kami produk pertanian unggulannya jeruk, kalau rumput gajah juga, untuk menyuplai pakan sapi setiap hari, karena di sini penghasil susu juga," katanya.

Pada saat yang sama, kata Sumari, para petani enggan mengajukan pupuk subsidi kepada pemerintah karena disinyalir isi yang ada dalam pupuk subdisi tersebut telah dikurangi.

"Sakniki (sekarang) petani memilih pupuk non-subsidi, kandungan pupuk subsidi yang ponska itu sepertinya dikurangi, sekarang 10, 12, 15, dulu kan triple 15," katanya.

Dia menyampaikan, perbedaan harga pupuk bersubsidi dan non-subsidi mencapai berkali-kali lipat. Contohnya, pupuk NPK non-subsidi untuk satu sak dengan berat 50 kilogram sekitar Rp 750.000. Sedangkan, pupuk NPK bersubsidi harganya Rp 115.000 untuk satu sak.

"Pupuk urea non-subsidi itu Rp 500.000, untuk yang subsidi sekitar Rp 111.000, perbedaannya jauh sekali," katanya.

Untuk menyiasati kondisi tersebut, para petani jeruk rata-rata terpaksa membeli pupuk non-subsidi. Kebutuhan pemupukan yang biasanya butuh 1 kilogram untuk satu pohon dalam sebulan, kini dikurangi menjadi setengah kilogram.

Untuk menjaga kualitas tanaman, petani menambahkan pupuk kandang. Biasanya, satu sak pupuk kandang fermentasi dengan berat 40 kilogram seharga Rp 35.000. Sedangkan, harga pupuk kandang basah yakni Rp 200.000 dengan ukuran satu pikap.

Baca juga: Nasib Kasus Dana PKH dan Penimbunan Pupuk Subsidi di Lumajang, Hampir 2 Tahun Bergulir

"Supaya kualitas tanamannya tetap sama, petani memberi pupuk kandang, memang itu bagus untuk memperbaiki pH tanah, tetapi kebutuhannya untuk dua pohon itu satu sak, jadi belum bawanya bolak-balik ke sana, bensin-nya berapa, operasional petani bertambah," katanya.

Sementara, kata Sumari, harga jual jeruk dari petani tidak bisa naik karena mengikuti harga pasaran.

Sumari memiliki 100 pohon jeruk jenis siam. Setiap panen, harga jual jeruk darinya rata-rata dijual sekitar Rp 10.000 per kilogram.

"Harga jeruk enggak bisa naik, karena tergantung pasarnya, keuntungannya berkurang karena biaya operasionalnya naik, belum lagi obat-obat pertaniannya," katanya.

Selain itu, Sumari mengungkapkan, di Desa Tlekung terdapat sekitar 700 ekor sapi perah. Setiap harinya, ratusan ekor sapi perah itu membutuhkan pakan rumput gajah. Sedangkan saat ini, setiap ikat rumput gajah seharga Rp 10.000 dengan berat 18 kilogram.

"Biasanya memang para peternak punya lahan rumput gajah sendiri di lahan perhutani, tetapi kan tidak mesti setiap hari ambil rumput, jadi juga beli, terus kan juga enggak kuat petani kalau pakai pupuk kandang bolak-balik itu kebutuhannya," katanya.

Baca juga: Petani Ngadu Ada Pupuk Subsidi Dijual dengan Harga Non Subsidi, Ganjar: Nanti Kita Sikat Semua

Di sisi lain, kondisi itu membuat banyak petani meminjam uang ke bank, seperti mengambil uang dengan skema Kredit Usaha Rakyat atau KUR dengan nilai rata-rata puluhan juta rupiah. Hal itu digunakan untuk menutup kekurangan biaya operasional pertanian.

"Ya menjerit petani sekarang kondisinya, ada yang minjam ke bank, yang dikhawatirkan potensi menjual tanahnya itu, karena lahan pertanian di sini setiap tahun berkurang terus, ada yang dijual, ada yang dibangun rumah, rata-rata berkurang dari satu hektare pertahunnya," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Suami di Gresik Paksa Istri yang Bawa Anak Balita untuk Mencuri

Suami di Gresik Paksa Istri yang Bawa Anak Balita untuk Mencuri

Surabaya
3 Partai Akan Menyusul Dukung Khofifah di Pilkada Jatim 2024

3 Partai Akan Menyusul Dukung Khofifah di Pilkada Jatim 2024

Surabaya
Mantan Bupati Pamekasan Kholilurrahman Nyatakan Siap Maju di Pilkada 2024

Mantan Bupati Pamekasan Kholilurrahman Nyatakan Siap Maju di Pilkada 2024

Surabaya
Polisi Gagalkan Pengiriman 40 Kg Sabu ke Surabaya dengan Modus Mudik

Polisi Gagalkan Pengiriman 40 Kg Sabu ke Surabaya dengan Modus Mudik

Surabaya
Presiden Jokowi Serahkan 10.323 Sertifikat Tanah Elektronik di Banyuwangi

Presiden Jokowi Serahkan 10.323 Sertifikat Tanah Elektronik di Banyuwangi

Surabaya
Usai Bunuh Sang Istri, Kakek 64 Tahun di Tuban Meninggal karena Sakit Ginjal

Usai Bunuh Sang Istri, Kakek 64 Tahun di Tuban Meninggal karena Sakit Ginjal

Surabaya
Buang Limbah ke Sungai, Usaha Pembuatan Tahu di Ngawi Ditutup Sementara

Buang Limbah ke Sungai, Usaha Pembuatan Tahu di Ngawi Ditutup Sementara

Surabaya
Cerita Suami Istri di Magetan Dilantik Jadi P3K setelah 10 Kali Gagal Tes CPNS

Cerita Suami Istri di Magetan Dilantik Jadi P3K setelah 10 Kali Gagal Tes CPNS

Surabaya
Serahkan Sertifikat Tanah di Banyuwangi, AHY Disambut Lagu 'Selamat Tinggal Masa Lalu'

Serahkan Sertifikat Tanah di Banyuwangi, AHY Disambut Lagu "Selamat Tinggal Masa Lalu"

Surabaya
Pria di Lamongan Diamankan atas Dugaan Penipuan Jasa Foto Pernikahan

Pria di Lamongan Diamankan atas Dugaan Penipuan Jasa Foto Pernikahan

Surabaya
Ini Rekayasa Lalu Lintas Saat Demonstrasi Hari Buruh di Surabaya Besok

Ini Rekayasa Lalu Lintas Saat Demonstrasi Hari Buruh di Surabaya Besok

Surabaya
Nelayan Tua di Situbondo yang Hilang di Laut Ditemukan Selamat oleh Nelayan Lainnya

Nelayan Tua di Situbondo yang Hilang di Laut Ditemukan Selamat oleh Nelayan Lainnya

Surabaya
Pemulung di Kota Malang Curi Pompa Air di Perumahan

Pemulung di Kota Malang Curi Pompa Air di Perumahan

Surabaya
1.380 Warga Kota Kediri Terjangkit TBC, Penyebabnya Putus Pengobatan

1.380 Warga Kota Kediri Terjangkit TBC, Penyebabnya Putus Pengobatan

Surabaya
20.000 Buruh Akan Geruduk Kantor Gubernur Jatim Saat May Day, Ini Rutenya

20.000 Buruh Akan Geruduk Kantor Gubernur Jatim Saat May Day, Ini Rutenya

Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com