Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembantaian Mereka yang Dituding Dukun Santet di Banyuwangi, Keluarga Korban: Ada Tanda Silang dan Bapak Dibunuh

Kompas.com, 22 Mei 2023, 14:54 WIB
Pythag Kurniati

Editor

Terlebih, demikian penilaian Sari, pemerintah dianggapnya seperti abai dengan apa yang mereka alami.

Bahkan, dia memiliki kesan, otoritas hukum saat itu membiarkan apa yang disebutnya sebagai pelaku, "bebas berkeliaran".

Aparat keamanan yang seharusnya menyelidiki kematian ayahnya dianggapnya tidak pernah terjadi.

"Kalau menyalahkan, ya, menyalahkan pemerintah kenapa tidak diusut sampai tuntas," kata Sari.

Di tengah kenyataan seperti itulah, Sari, ibunya, serta saudara-saudaranya selama lebih dari 20 tahun berjibaku untuk berdamai dengan kenyataan — tanpa kehadiran pemerintah.

Ketika Presiden Joko Widodo akhirnya berinisiatif mengakui, menyesalkan dan berjanji memberikan rehabilitasi kepada korban kasus dukun santet dan 11 kasus pelanggaran HAM berat lainnya di masa lalu, Sari mengaku "ketidakpuasan itu belum sepenuhnya tergantikan".

Namun di sisi lain, Sari masih menaruh harapan, keputusan pemerintah itu dapat mengembalikan nama baik sang ayah — yang selama ini ternodai stigma dukun santet — bisa dibersihkan, seperti sedia kala.

"Enggak puas saya," ujarnya, namun dia berharap, keputusan pemerintah itu, "minimal nama baik [ayahnya] dipulihkan."

Hanya orang suruhan yang disebut diadili

Ditemui di rumahnya di Desa Kembiritan, Kecamatan Genteng, Banyuwangi, Dedy Sumardi (52), tidak dapat melupakan peristiwa pembunuhan ayahnya.

"Kejadiannya itu hari Minggu sekitar pukul 09.00," ungkap Dedy. Dia mengaku tidak mau mengingat lagi kapan persisnya tragedi itu.

Irsyad, nama ayahnya, tewas mengenaskan setelah dibantai sekelompok orang yang disebutnya dari "luar daerah".

Ayahnya dihabisi di jalanan sawah yang menghubungkan dua desa, tidak jauh dari rumahnya, karena dituduh dukun santet.

Kejadian ini disebutnya sangat ironis, karena setiap malam ayahnya ikut melakukan upaya pengamanan bersama warga lainnya.

Baca juga: Pria di Banyuwangi Bacok Istri dan Anak, lalu Tikam Diri Sendiri

Saat itu beredar isu santer di masyarakat tentang kehadiran orang-orang mirip 'ninja' yang menargetkan membunuh warga setempat.

Tapi, tanpa pernah dia duga sebelumnya, ayahnya sendiri yang justru menjadi sasaran pembunuhan sekelompok orang.

Dedy tidak berada di rumah saat kejadian. Dia tidur di rumah kawannya setelah semalaman ikut ronda.

Informasi kematian ayahnya dia dapatkan dari seorang anggota polisi. Di lokasi kejadian, ayahnya tergeletak mati dengan bersimbah darah.

Luka sabetan senjata tajam nyaris memisahkan kepala dengan badannya. Kejadian itu, tentu saja, membuat keluarga syok.

Dia meyakini pembunuhan ayahnya telah direncanakan jauh-jauh hari oleh sekelompok orang.

Beberapa hari sebelum kejadian, ada sejumlah orang yang memberi tahu dirinya agar ayahnya diungsikan sementara ke lokasi yang lebih aman.

Namun Dedy dan ayahnya menolak. Jika mereka mengikuti informasi tersebut, ungkapnya, itu seperti membenarkan tuduhan itu.

Pada tahap ini, Dedy menyayangkan aparat kepolisian tidak mengendus ancaman itu dan tidak melakukan upaya pencegahan.

Baca juga: Pesisir Muncar Banyuwangi Dipenuhi Sampah Kiriman

Dia tidak menampik saat itu beredar tuduhan mengada-ada bahwa ayahnya adalah dukun santet. Sebuah tudingan yang sama sekali tidak benar.

Terlebih isu tersebut selama ini sama sekali tidak terdengar di lingkungannya.

"Kalau bapak saya tukang santet, kenapa banyak yang datang untuk mengaji," katanya.

Dalam keseharian, aktivitas orang tuanya juga normal-normal saja. Ayahnya bekerja menarik becak dan menyewakannya.

Mendiang ayahnya juga aktif di masjid yang berada di dekat rumahnya. "Ayah saya itu orang baik, kabar [dukun santet] itu fitnah," tegasnya berulang-ulang.

Alasan di balik pembunuhan ayahnya telah melukai istri dan anak-anaknya. Kesedihan yang berlarut-larut memicu salah seorang saudaranya sempat jatuh sakit.

Dedy mengaku sudah mengetahui bahwa sejumlah pelaku dalam peristiwa pembunuhan dukun santet telah ditangkap dan diadili.

Baca juga: Terduga Pembacok Pria di Perkebunan Banyuwangi Ditangkap, Ternyata Tetangga Korban

Namun dirinya mengatakan tidak pernah dimintai keterangan polisi tentang kematian ayahnya.

Belakangan dia mengetahui ada beberapa kali panggilan persidangan kepadanya, namun tidak pernah sampai kepada dirinya.

Di sinilah, Dedy menduga, upaya hukum untuk mengungkap rentetan pembunuhan dukun santet di Banyuwangi "seperti diatur sedemikian rupa".

Menurutnya, pelaku yang menghabisi ayahnya hanya "orang suruhan".

"Yang dipenjara anak buah, bukan pentolan," katanya, lantang. Dia menilai ini bukti bahwa pemerintah tidak serius menuntaskan kasus ini.

Puluhan tahun kemudian, Dedy mengaku tidak menyisakan dendam kepada pelaku lapangan yang menghabisi ayahnya.

Tanpa menunggu permintaan maaf dari para pelaku, dia dan keluarga sudah mencoba memaafkannya. "Ini sesuai ajaran Islam yang saya anut."

Dia lantas bercerita, orang-orang yang disebutnya sebagai pelaku di lapangan sudah menerima balasan dari Tuhan, tidak lama setelah peristiwa itu.

"Gusti Allah kasih keadilan, [para terduga pelaku kemudian mengalami] sakit-sakit," ujar Dedy.

Baca juga: Bacaleg Gerindra Daftar Naik Kuda, PKB Bawa Rubicon, Saat Sampai Berkas Ditolak KPU Banyuwangi

Dimintai tanggapan atas langkah pemerintah yang sudah mengakui dan menyesalkan peristiwa pembunuhan dukun santet (1998-1999 di Banyuwangi dan sekitarnya), serta berjanji merehabilitasi dan memulihkan korban dan keluarganya, dia mengaku tidak banyak meminta atau mengajukan tuntutan.

Alasannya, keluarganya sekarang "sudah tenang", walaupun mereka masih mengalami trauma dan terstigma akibat cap dukun santet kepada ayahnya.

Jika ada upaya hukum, Dedy juga mengaku tak terlalu bersemangat. Dia mengaku sudah berdamai dengan keadaan.

Lagipula, orang-orang yang disebutnya sebagai pelaku pembunuhan ayahnya, sudah meninggal dunia.

"Coba jika pentolan [di balik pembunuhan ayahnya] masih hidup, saya ada niat untuk lapor," tandas Dedy.

Dugaan campur tangan pihak lain

Desas-desus adanya 'pengkondisian' serta dugaan keterlibatan 'pihak ketiga' dalam peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999 dikuatkan oleh hasil kesimpulan penyelidikan Tim Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Banyuwangi.

Tim ini dibentuk dan bekerja tidak lama setelah rentetan pembunuhan dukun santet, guru agama dan warga sipil di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 1998-1999.

Salah satu anggota tim investigasi NU, Ali Maki Syamwiel, mengatakan rentetan pembunuhan itu mengarah pada dugaan "campur tangan kelompok" dari rezim yang berkuasa saat itu.

"Itu kerjaannya pemerintah pusat. Itu kan zaman Pak Harto," kata Ali Maki kepada wartawan di Banyuwangi, Ahmad Shulhan Hadi, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, pekan ketiga Februari 2023.

Tim investigasi NU menyimpulkan, dari hasil pengumpulan informasi di lapangan, mereka meyakini kejadian ini melibatkan institusi TNI, secara langsung maupun tidak langsung.

Para aktor ini memunculkan isu macam-macam dengan memanfaatkan kondisi kultural masyarakat Banyuwangi.

"Itu ada rapatnya, algojo, ada latihannya juga," ungkapnya, tanpa merinci lebih lanjut.

Baca juga: Stasiun Kalibaru Banyuwangi Terendam Banjir, Perjalanan KA Rute Ketapang-Yogyakarta Terhambat

Maki mengungkapkan pihaknya memiliki bukti yang disebutnya "cukup kuat" tentang dugaan keterlibatan aparat.

Di lapangan, sebelum aksi pembantaian, terjadi apa yang disebut Ali Maki sebagai "rapat koordinasi dengan pembagian peran masing-masing".

Ironisnya, oknum yang mengatur perencanaan tindakan keji ini menghilang saat peristiwa berlangsung, sehingga menyisakan warga setempat atau warga sipil dari daerah lain.

"Ada itu briefing-nya," jelasnya.

Selain itu, pernyataan sejumlah orang yang memiliki kewenangan baik di tingkat daerah maupun pusat terkesan meremehkan kejadian di lapangan.

Akibatnya, dampak teror yang dirasakan saat itu benar-benar sangat merugikan masyarakat di bawah, katanya. Masyarakat yang "semula santai, tiba-tiba saling curiga".

Korban tewas pun berjatuhan, tidak hanya akibat dibunuh, tapi juga ada orang-orang yang diisukan menjadi target pembunuhan, memilih untuk bunuh diri.

Tim investigasi NU Banyuwangi mencatat, selama Februari 1998 hingga November 1998, setidaknya 128 nyawa melayang di Banyuwangi.

Rinciannya, 117 orang mati dibunuh dan, sisanya, 11 orang memilih gantung diri.

Selain itu, tercatat 42 orang lolos dari serangan dan tiga orang mengalami luka berat serta enam lainnya luka ringan.

"Sebanyak 93 orang yang tewas dan 11 gantung diri, semuanya warga NU," ungkapnya.

Kejadian teror ini, demikian kesimpulan tim NU, menciptakan suasana "ketidakpastian di tengah masyarakat".

Ali Maki juga meyakini teror itu menargetkan warga nahdliyin, dengan cara membenturkan sesama warga sipil di akar rumput.

Halaman:


Terkini Lainnya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Surabaya
Syukur Aziz Jalani Hidup dengan Upah Rp 1.300 per Barang sebagai Kurir Paket
Syukur Aziz Jalani Hidup dengan Upah Rp 1.300 per Barang sebagai Kurir Paket
Surabaya
Hujan Deras, Tanah Longsor Timpa Rumah Warga di Madiun
Hujan Deras, Tanah Longsor Timpa Rumah Warga di Madiun
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau