Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Kuli di Kawah Ijen Banyuwangi, Menantang Bahaya, Dorong Troli Berisi Turis Naik Turun Gunung

Kompas.com, 14 Maret 2023, 13:43 WIB
Rizki Alfian Restiawan,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Sejumlah pria melangkah perlahan, mendorong troli berisi wisatawan di kawasan Kawah Gunung Ijen di Banyuwangi, Jawa Timur.

Suara napas terengah, berpadu dengan bunyi roda troli yang melaju atas tanah.

Ojek troli. Demikian biasanya warga menyebut pekerjaan para pengangkut turis tersebut.

Baca juga: Kisah Wagiyem Jadi Kuli Panggul di Solo, Angkat Barang 80 Kg Dapat Upah 10.000

Salah satu warga lokal yang melakoni pekerjaan itu adalah Hasan (57).

Dia mengungkapkan, rata-rata pekerja kuli wisatawan di gunung setinggi 2.386 MDPL itu ialah mantan penambang belerang Kawah Ijen yang sudah pensiun.

Beberapa kuli angkut wisata hingga kini juga masih aktif menjadi penambang belerang.

Baca juga: Kisah Penambang Belerang di Kawah Ijen, Menantang Bahaya demi Uang yang Tak Seberapa

Puluhan tahun bekerja

Warga Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi tersebut mengaku sudah 38 tahun terjun sebagai seorang penambang belerang, sebelum akhirnya 'nyambi' jadi kuli angkut wisatawan.

"Akhirnya karena saat itu lagi ramai-ramainya troli wisata. Maka saya mencoba itu," ungkap Hasan saat ditemui, Senin (13/3/2023).

Meski demikian, lanjut Hasan, turis hanya datang di waktu-waktu tertentu. Tidak setiap hari dia bisa mengangkut wisatawan.

"Kadang-kadang kalau lagi ramai, sebulan bisa 10 orang lebih pengunjung yang menyewa jasa ojek troli ini," terangnya.

Hasan (57), warga Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi, saat ditemui di rumahnya, Senin (13/3/2023). Hasan merupakan penambang belerang di kawah IjenKOMPAS.com/Rizki Alfian Hasan (57), warga Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi, saat ditemui di rumahnya, Senin (13/3/2023). Hasan merupakan penambang belerang di kawah Ijen

Hasan menjelaskan, tarif angkut troli untuk pulang pergi (PP) wisatawan adalah Rp 800.000 per orang.

Tarif itu untuk layanan naik ke atas hingga kembali turun ke bawah dan masih dibagi dengan jumlah pengangkut.

"Dalam satu kali angkut, biasanya tiga sampai empat orang (pengangkut). Tergantung dari orangnya yang nyewa jasa," tutur dia.

Baca juga: Kuli Angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa Rugi Besar di Kala Musim Hujan

Jika pengunjung hanya menyewa jasa kuli angkut untuk naik ke kawah saja, maka tarifnya Rp 600.000-700.000 per wisatawan.

"Dan itu hasilnya nanti dibagi. Sesuai dengan jumlah. Misal tadi ada empat orang, ya dibagi empat. Kalau Rp 800.000, ya Rp 200.000-an," ucap Hasan.

Sedangkan tarif  turun yakni Rp 200.000- Rp 300.000 per wisatawan. Harganya memang lebih murah, karena saat turun pengangkut membawa troli sendirian.

Biasanya Hasan melakoni pekerjaan sebagai kuli angkut wisatawan saat kawasan Ijen ramai didatangi turis.

Baca juga: Cerita Kuli Bangunan di Purwakarta Tersengat Listrik, Tangannya Harus Diamputasi Saat Istri Baru Melahirkan

Tak ada jaminan keselamatan

Hasan dan para pengangkut wisatawan lainnya menghadapi risiko yang besar.

Jika tidak berhati-hati, bisa saja mereka terperosok lantaran medan pegunungan yang menantang. 

Namun hal itu tidak dibarengi dengan adanya jaminan keselamatan baginya dan sejumlah kuli angkut lainnya.

"Asuransi tidak ada, BPJS juga tidak ada. Ya kalau sakit biaya sendiri. Harapan kita semua para penambang ya ada itu (jaminan kesehatan). Tapi ya gimana lagi," kata Hasan pasrah.

Menambang belerang sejak 1985

Penambang belerang di Kawah Ijen. Penambang belerang di Kawah Ijen.

Selain menjadi kuli angkut wisatawan, Hasan harus naik-turun Gunung Ijen untuk menambang belerang. Hal dilakoninya demi menghidupi keluarganya.

"Berat, saya mulai menambang sekitar tahun 1985 lalu," kata dia.

Hasan bercerita, awal menjadi seorang penambang belerang karena mengikuti jejak sang ayah. Saat itu usianya baru 19 tahun.

Suami dari Amsiyah (45) ini, bisa dibilang paling senior dari para penambang belerang lain yang berada di Kawah Gunung Ijen.

"Karena saat itu ikut-ikutan. Dan juga tidak ada pekerjaan lain selain berkebun dan menambang belerang," ungkap Hasan.

Baca juga: Wisata Kawah Ijen Tak Terdampak Banjir Bandang Bondowoso

"Kan langsung dijual kepada pengepul di pabrik. Jadi langsung dapat uang," ujar Hasan.

Alasan lainnya, kata Hasan, saat itu di wilayah sekitar tempat tinggalnya hampir seratus persen berprofesi sebagai penambang.

"Tetangga sekitar, tetangga desa hampir semuanya jadi penambang dulu. Ya daripada tidak ada pekerjaan, ya lebih baik cari lirang (belerang dalam bahasa suku using)," jelas Hasan.

Hasan mengatakan, pada awal dirinya mencari belerang, ada sekitar 400-an orang yang menjadi penambang.

"Banyak dulu, ada 400 lebih yang ikut nambang. Mulai usia muda sampai tua ada," ungkap Hasan.

Bertaruh nyawa

Rupanya, pengalaman pertama menjadi seorang penambang, tak semudah yang dibayangkan.

Hasan muda harus bersusah payah mendaki dan menuruni Kawah Gunung Ijen dengan rute terjal setiap dua hari sekali.

Berangkat dari rumah mulai jam 22.00 WIB dan baru kembali pulang dengan membawa belerang, jam 17.00 WIB pada esok harinya.

"Sehari nambang, sehari istirahat. Enggak kuat kita kalau setiap hari," kata Hasan.

Tak hanya itu Hasan harus membawa beban belerang yang tak main-main di jalur membahayakan. Sekali angkut, bisa 100 kilogram.

"Itu kita lakukan dengan jalan kaki. Kurang lebih sejauh 17 kilometer. Dari kawah sampai pos bawah. Jalannya dulu ya enggak sebagus sekarang. Dulu belum diaspal," ucapnya.

Baca juga: Penambang Belerang di Kawah Ijen Banyuwangi Nekat Beraktivitas meski Status Waspada

Jatuh dan terkena asap belerang

Pemandangan di Kawah Ijen di Banyuwangi.  DOK. Unsplash/Andiko Baskoro Pemandangan di Kawah Ijen di Banyuwangi.

Hasan bercerita, selama menambang belerang, banyak kesulitan yang sering ia rasakan.

"Kalau jatuh atau terpeleset ya itu sudah risiko. Pernah dulu, tapi paling cuma lecet aja. Alhamdulillah," ujar Hasan.

Dukanya, lanjut Hasan, karena kondisi cuaca hujan, jalur yang longsor, asap belerang yang menganggu mata dan pernapasan hingga nyeri sendi.

Jika dulu Hasan mampu memanggul belerang seberat 100-120 kilogram, kini dia hanya mampu mengangkut separuhnya.

"Karena usia sudah tua, sudah enggak terlalu mampu bawa beban berat. Sekarang paling 50-70 kilogram saja," ucapnya.

Tiap kilogram belerang dibeli oleh pabrik seharga Rp 1.250.

Baca juga: Peluk Gubernur Khofifah Sambil Menangis, Korban Banjir Bandang Ijen: Semua Barang Saya Habis...

"Kalau ngomongkan cukup atau enggak ya sebenernya enggak cukup. Tapi ya gimana lagi, harus kita syukuri," tutur Hasan.

Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, Hasan tak sepenuhnya mengandalkan dari hasil belerang. Meski dari penambang lain menjadikan sebagai pekerjaan utama.

"Saya juga rawat ternak dan tani juga di kebun. Tapi itu ya pas di hari libur nambang. Karena kan sehari sekali libur, itu yang kita manfaatkan," ujarnya.

Menurut dia, kondisi tambang belerang di Kawah Ijen sudah tidak seperti dulu.

"Sekarang agak susah dicari. Makanya sekarang mungkin hanya tinggal 50 orang saja yang nambang," ucap Hasan.

Menurutnya faktor alam sangat mempengaruhi seperti volume air danau kawah yang naik hingga terdapat sumbatan-sumbatan di pipa kawah.

Baca juga: Teliti Sampel Asap dari Septic Tank Rumah Warga, Dinas LH Madiun: Dominan Unsur Belerang

"Airnya itu sekarang lagi naik. Panas itu, kayak air mendidih. Jadi kita harus hati-hati kalau nambang," ucapnya.

Selain itu, kata Hasan, tak ada anak muda yang berminal menjadi penambang belerang.

"Memang anak muda sekarang kebanyakan tidak mau jadi penambang. Anak saya saja juga saya larang. Karena tahu berat dan risikonya besar," ucap Hasan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau