"Orang dalam posisi tanpa gas air mata pun, kalau tertekan dadanya, terdesak, karena darah atau apa, itu tetap akan mengakibatkan hipoksia di otak," imbuhnya.
Dia menuturkan, gas air mata bisa mempengaruhi kondisi yang dialami Helen, namun bisa juga tidak.
"Kalau dia mengalami single trauma mungkin kita bisa bicara (dipengaruhi gas air mata), tapi masalahnya ini ada pendarahan di perut, di dadanya, jadi semua ini saling berkontribusi," jelasnya.
Akan tetapi, Syaifullah menjelaskan, sesak napas yang dirasakan korban memang bisa saja dipengaruhi oleh gas air mata.
"Sementara paru-parunya tidak mampu menyuplai, sehingga menimbulkan hipoksia, jadi banyak hal, untuk menarik kesimpulan disebabkan oleh gas terlalu dini," terangnya.
Baca juga: Pernah Koma 3 Hari, Zaenudin Lari dari Cemoro Sewu ke Monas untuk Anak Penderita Kanker
Untuk memastikan hal tersebut, dia menyampaikan bahwa pihaknya akan menganalisis lebih lanjut dampak gas air mata terhadap kondisi pasien tragedi Kanjuruhan yang tergolong berat.
Syaifullah menambahkan, analisis akan dilakukan terhadap data-data rekam medis pasien yang didapat berdasarkan hasil X-Ray, hasil laboratorium, serta pengecekan lainnya.
"Nanti kita telaah, sehingga ke depan (RSSA Malang) bisa meningkatkan kualitas pelayanan berdasarkan data-data yang ada, sehingga bisa menemukan satu kesimpulan, tapi sekarang belum, karena kita fokus penanganan pasien untuk pelayanan terbaik," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.