Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Penjelasan Dinkes dan RSSA Malang Soal Kondisi Helen Pricela Sebelum Meninggal Dunia

Kompas.com, 12 Oktober 2022, 19:53 WIB
Muhamad Syahrial

Editor

KOMPAS.com - Korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022), bertambah satu orang.

Helen Pricela (20), warga Desa Amadanom, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menjadi korban ke-132 yang meninggal dunia akibat tragedi Kanjuruhan.

Helen meninggal dunia pada Selasa (11/10/2022) usai menjalani perawatan di RSSA Malang selama 10 hari.

Keterangan Dinkes Kabupaten Malang

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Malang, Wiyanto Wijoyo, membenarkan bahwa korban tewas akibat tragedi Kanjuruhan bertambah satu orang.

"Benar, iya informasi awal demikian (korban tewas tragedi Kanjuruhan bertambah)," kata Wiyanto, dikutip dari TribunJatim.com, Rabu (12/10/2022).

Baca juga: Tepis Pernyataan Polisi soal Temukan Botol Miras di Stadion Kanjuruhan, Kadispora: Itu Obat Hewan Ternak

Wiyanto mengatakan, Helen meninggal dunia saat menjalani perawatan karena mengalami patah tulang di bagian tangan kiri, pusing, dan muntah-muntah.

Penjelasan dokter RSSA Malang

Sementara itu, Spesialis Anastesi Konsultan ICU RSSA Malang, Arie Zainul Fatoni, menyampaikan bahwa Helen meninggal dunia akibat patah tulang kanan serta gagal napas akut karena cedera di bagian dada.

"Penyebabnya cedera di paru-paru. Ada trauma yang menyebabkan cedera," kata Arie.

Dia menjelaskan, Helen harus menjalani operasi karena kondisinya yang kritis sejak menjalani perawatan dan terjadi pendarahan pada organ dalamnya.

Wakil Direktur Pelayanan RSSA Malang, Syaifullah Asmiragani, turut angkat bicara mengenai wafatnya Helen Prisela.

Baca juga: Tepis Pernyataan Polisi soal Temukan Botol Miras di Stadion Kanjuruhan, Kadispora: Itu Obat Hewan Ternak

Syaifullah menyatakan bahwa Helen meninggal dunia di RSSA Malang pada Selasa (11/10/2022) pukul 14.25 WIB karena mengalami gagal napas akut (Acute Respiratory Distress Syndrome).

Syaifullah membeberkan, Helen mengalami trauma pada bagian wajah, patah tulang tangan, dan pendarahan perut serta dada.

Menurutnya, kondisi yang dialami Helen disebabkan korban mengalami desakan, terjatuh, dan terinjak-injak saat tragedi Kanjuruhan.

Mengenai dampak gas air mata yang diduga menjadi penyebab meninggalnya Helen, Syaifullah mengaku tim dokter RSSA Malang sampai saat ini belum bisa memastikannya.

"Kalau hipoksia bisa karena gasnya, bisa karena berimpitan, tapi secara langsung disebabkan gas air mata (atau bukan), saya juga tidak bisa memastikan itu," ujar Syaifullah.

Baca juga: Dinkes Malang: Total Korban Tragedi Kanjuruhan 737, Tewas 132 Orang, Ini Sebaran Rumah Sakitnya

"Orang dalam posisi tanpa gas air mata pun, kalau tertekan dadanya, terdesak, karena darah atau apa, itu tetap akan mengakibatkan hipoksia di otak," imbuhnya.

Dia menuturkan, gas air mata bisa mempengaruhi kondisi yang dialami Helen, namun bisa juga tidak.

"Kalau dia mengalami single trauma mungkin kita bisa bicara (dipengaruhi gas air mata), tapi masalahnya ini ada pendarahan di perut, di dadanya, jadi semua ini saling berkontribusi," jelasnya.

Akan tetapi, Syaifullah menjelaskan, sesak napas yang dirasakan korban memang bisa saja dipengaruhi oleh gas air mata.

"Sementara paru-parunya tidak mampu menyuplai, sehingga menimbulkan hipoksia, jadi banyak hal, untuk menarik kesimpulan disebabkan oleh gas terlalu dini," terangnya.

Baca juga: Pernah Koma 3 Hari, Zaenudin Lari dari Cemoro Sewu ke Monas untuk Anak Penderita Kanker

Untuk memastikan hal tersebut, dia menyampaikan bahwa pihaknya akan menganalisis lebih lanjut dampak gas air mata terhadap kondisi pasien tragedi Kanjuruhan yang tergolong berat.

Syaifullah menambahkan, analisis akan dilakukan terhadap data-data rekam medis pasien yang didapat berdasarkan hasil X-Ray, hasil laboratorium, serta pengecekan lainnya.

"Nanti kita telaah, sehingga ke depan (RSSA Malang) bisa meningkatkan kualitas pelayanan berdasarkan data-data yang ada, sehingga bisa menemukan satu kesimpulan, tapi sekarang belum, karena kita fokus penanganan pasien untuk pelayanan terbaik," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau