SUMENEP, KOMPAS.com - Hari buruh menyimpan harapan tersendiri bagi kuli angkut garam di Madura. Selama puluhan tahun, meraka hidup dengan keterbatasan bayaran dan perlindungan yang dinilai tak layak bagi kaum pekerja.
Kendati tak mendapat upah dan perlindungan yang layak, bertahan adalah satu-satunya pilihan agar bisa menghidupi keluarga.
"Jangankan perlindungan, upah yang kami terima sangat minim," kata Rosi (35) warga Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, kepada Kompas.com, Rabu (1/5/2024).
Baca juga: Cerita Buruh DIY yang Tak Bisa Beli Rumah: Gaji Kecil, Harga Hunian Gila-gilaan
Rosi sendiri merupakan buruh pengangkut garam di area tambak Desa Pakamban Laok, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep. Saat musim panen tiba, ia bersama teman-temannya menjadi kuli angkut garam.
Ia bersama-sama teman-temannya mendapatkan upah borongan setiap musim panen tiba. Per orang, meraka hanya mendapatkan Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per ton tergantung jarak tempuh.
"Jadi proses angkut dari tambak ke darat, terus darat ke truk itu dilakukan semua. Karena sistem borongan," kata dia.
Baca juga: Tak Ada Demo, Hari Buruh di Banyumas Diisi dengan Senam dan Bagi-bagi Hadiah
Sebagaimana diketahui, proses angkut garam di Madura terbagi dalam tiga tahap. Pertama proses angkut dari lahan yang masih di air diangkut menuju ke darat. Kedua, proses angkut dari area tambak menuju ke jalan raya.
Selanjutnya, garam-garam yang sudah ada di jalan raya selanjutnya dinaikkan ke truk.
"Dulu pernah jatuh dalam proses angkut garam dari tambak ke jalan raya, terus mengalami patah tulang di tangan. Karena tak ada perlindungan, ya, memilih berobat (bayar) sendiri," tuturnya.
Baca juga: Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi May Day di Istana
Selain Rosi, kuli angkut garam lain yakni Ruslan (42) mengaku mengalami hal serupa. Meski tak pernah ambil borongan dalam hal angkut garam, upah yang diterimanya mengaku tetap jauh dari harapan.
Ruslan sendiri mengaku lebih banyak menjadi buruh atau kuli panggul yang menaikkan garam ke truk. Ia dibayar Rp 1.000 untuk satu karung garam yang berhasil ia naikkan ke truk.
"Jadi untuk mendapatkan uang Rp 100.000 harus menaikkan 100 karung garam, dan itu melelahkan," kata dia.
Ia pun berharap, standar bayaran untuk para kuli angkut garam di Madura segera dinaikkan. Sebab, lanjut dia, pekerjaannya sangat menguras tenaga.
"Harapannya (upah) bisa naik, harga-harga kebutuhan pokok sekarang juga sudah naik, kan," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.