Salin Artikel

Beda Penjelasan Dinkes dan RSSA Malang Soal Kondisi Helen Pricela Sebelum Meninggal Dunia

KOMPAS.com - Korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022), bertambah satu orang.

Helen Pricela (20), warga Desa Amadanom, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menjadi korban ke-132 yang meninggal dunia akibat tragedi Kanjuruhan.

Helen meninggal dunia pada Selasa (11/10/2022) usai menjalani perawatan di RSSA Malang selama 10 hari.

Keterangan Dinkes Kabupaten Malang

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Malang, Wiyanto Wijoyo, membenarkan bahwa korban tewas akibat tragedi Kanjuruhan bertambah satu orang.

"Benar, iya informasi awal demikian (korban tewas tragedi Kanjuruhan bertambah)," kata Wiyanto, dikutip dari TribunJatim.com, Rabu (12/10/2022).

Wiyanto mengatakan, Helen meninggal dunia saat menjalani perawatan karena mengalami patah tulang di bagian tangan kiri, pusing, dan muntah-muntah.

Penjelasan dokter RSSA Malang

Sementara itu, Spesialis Anastesi Konsultan ICU RSSA Malang, Arie Zainul Fatoni, menyampaikan bahwa Helen meninggal dunia akibat patah tulang kanan serta gagal napas akut karena cedera di bagian dada.

"Penyebabnya cedera di paru-paru. Ada trauma yang menyebabkan cedera," kata Arie.

Dia menjelaskan, Helen harus menjalani operasi karena kondisinya yang kritis sejak menjalani perawatan dan terjadi pendarahan pada organ dalamnya.

Wakil Direktur Pelayanan RSSA Malang, Syaifullah Asmiragani, turut angkat bicara mengenai wafatnya Helen Prisela.

Syaifullah menyatakan bahwa Helen meninggal dunia di RSSA Malang pada Selasa (11/10/2022) pukul 14.25 WIB karena mengalami gagal napas akut (Acute Respiratory Distress Syndrome).

Syaifullah membeberkan, Helen mengalami trauma pada bagian wajah, patah tulang tangan, dan pendarahan perut serta dada.

Menurutnya, kondisi yang dialami Helen disebabkan korban mengalami desakan, terjatuh, dan terinjak-injak saat tragedi Kanjuruhan.

Mengenai dampak gas air mata yang diduga menjadi penyebab meninggalnya Helen, Syaifullah mengaku tim dokter RSSA Malang sampai saat ini belum bisa memastikannya.

"Kalau hipoksia bisa karena gasnya, bisa karena berimpitan, tapi secara langsung disebabkan gas air mata (atau bukan), saya juga tidak bisa memastikan itu," ujar Syaifullah.

"Orang dalam posisi tanpa gas air mata pun, kalau tertekan dadanya, terdesak, karena darah atau apa, itu tetap akan mengakibatkan hipoksia di otak," imbuhnya.

Dia menuturkan, gas air mata bisa mempengaruhi kondisi yang dialami Helen, namun bisa juga tidak.

"Kalau dia mengalami single trauma mungkin kita bisa bicara (dipengaruhi gas air mata), tapi masalahnya ini ada pendarahan di perut, di dadanya, jadi semua ini saling berkontribusi," jelasnya.

Akan tetapi, Syaifullah menjelaskan, sesak napas yang dirasakan korban memang bisa saja dipengaruhi oleh gas air mata.

"Sementara paru-parunya tidak mampu menyuplai, sehingga menimbulkan hipoksia, jadi banyak hal, untuk menarik kesimpulan disebabkan oleh gas terlalu dini," terangnya.

Untuk memastikan hal tersebut, dia menyampaikan bahwa pihaknya akan menganalisis lebih lanjut dampak gas air mata terhadap kondisi pasien tragedi Kanjuruhan yang tergolong berat.

Syaifullah menambahkan, analisis akan dilakukan terhadap data-data rekam medis pasien yang didapat berdasarkan hasil X-Ray, hasil laboratorium, serta pengecekan lainnya.

"Nanti kita telaah, sehingga ke depan (RSSA Malang) bisa meningkatkan kualitas pelayanan berdasarkan data-data yang ada, sehingga bisa menemukan satu kesimpulan, tapi sekarang belum, karena kita fokus penanganan pasien untuk pelayanan terbaik," pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/10/12/195333078/beda-penjelasan-dinkes-dan-rssa-malang-soal-kondisi-helen-pricela-sebelum

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke