MALANG, KOMPAS.com - Investigasi terhadap tragedi Stadion Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang terus dilakukan oleh berbagai pihak.
Empat hari sejak peristiwa yang terjadi pada Sabtu (1/10/2022), sejumlah temuan dari investigasi telah mencuat di hadapan publik, mulai dari faktor kelalaian panitia pelaksana hingga prosedur penembakan gas air mata.
Baca juga: Kisah Mereka yang Pulang dari Stadion Kanjuruhan Malang...
Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia (Kompolnas) menyebutkan bahwa Kapolres Malang selaku penanggung jawab pengamanan tidak menginstruksikan penembakan gas air mata.
Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto mendapatkan bukti rekaman apel sebelum pertandingan.
"Kami mendapatkan bukti rekaman pelaksanaan apel enam jam sebelum pertandingan. Dalam apel tersebut, Kapolres Malang meminta seluruh jajaran pengamanan tidak menembakkan gas air mata dalam situasi dan kondisi apa pun," kata dia, Selasa (4/10/2022).
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan dalam Pandangan Mata Para Saksi dari Tribune Penonton...
Dikutip dari Antara, Kompolnas menjelaskan, ketika kerusuhan terjadi, Kapolres Malang berada di luar stadion untuk menyiapkan pengamanan bagi Persebaya.
"Saat itu Kapolres Malang sedang di luar akan mengamankan pemain (Persebaya) yang akan keluar," katanya.
Lantas, siapa yang menginstruksikan penembakan gas air mata di dalam stadion?
Baca juga: Kapolres Malang dan 9 Komandan Brimob Dicopot, Buntut Tragedi Stadion Kanjuruhan
Menurut asesmen yang dilakukan Kompolnas selama dua hari, ada oknum jajaran keamanan yang mengeluarkan instruksi penembakan gas air mata di luar prosedur.
Kompolnas menggambarkan kondisi pengamanan di saat tragedi terjadi. Ada 2.000 personel yang diterjunkan.
Dari jumlah itu, anggota Polres Malang sejumlah 600 orang. Sisanya merupakan personel bantuan dari jajaran TNI, Polres penyangga, dan Brimob Polda Jawa Timur.
"Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan, siapa dan pada tingkat mana instruksi gas air mata itu keluar," kata Albertus.
Baca juga: Tugas Terakhir Briptu Yoyok di Stadion Kanjuruhan Malang...
Komite Disiplin (Komdis) PSSI membenarkan adanya temuan sejumlah pintu-pintu yang tertutup, padahal seharusnya dibuka saat tragedi Kanjuruhan terjadi.
Kondisi ini membuat banyak korban jiwa berjatuhan.
"Pintu-pintu yang seharusnya terbuka tapi tertutup. Kekurangan ini menjadi perhatian dan penilaian kami adanya hal-hal yang kurang baik," kata Ketua Komdis PSSI Erwin Tobing di Kota Malang, Selasa (4/10/2022).
Baca juga: Ini Nama-nama 131 Korban Tewas dalam Tragedi Kanjuruhan
Komdis PSSI juga menilai Ketua Panitia Pelaksana Abdul Haris tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik.
Salah satunya karena kegagalan mengantisipasi masuknya suporter ke lapangan.
"Padahal, punya steward," kata dia.
Oleh karena itu, Komdis PSSI menjatuhkan sanksi kepada Ketua Panitia Pelaksana Abdul Haris dan Steward atau Security Officer bernama Suko Sutrisno.
Mereka disanksi tidak boleh beraktivitas di dunia sepak bola selama seumur hidup.
Baca juga: Bupati, Polisi, TNI hingga Suporter di Pemalang Gelar Doa Bersama Tragedi Kanjuruhan
Sanksi tersebut merujuk pada Pasal 68 huruf A juncto Pasal 19 jo Pasal 141 Kode Disiplin PSSI Tahun 2018.
Namun, berbeda dengan keterangan Komdis PSSI, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo membantah adanya pintu-pintu yang tak terbuka saat kerusuhan pecah.
Dia mengaku bahwa pintu-pintu telah dibuka.
"Hanya saja, pintu-pintu itu sempit, hanya cukup untuk dua orang. Sedangkan yang keluar saat itu ratusan, sehingga terjadi tumpang tindih," kata dia, Selasa (4/10/2022).
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat di lapangan saat terjadinya tragedi Kanjuruhan.
Tindakan tersebut berupa tendangan kungfu aparat pada Aremania.
"Beberapa informasi yang memiliki kedekatan kepada satu fakta. Yang pertama, kekerasan memang terjadi dari video beredar, ditendang, kena kungfu di lapangan, semua orang bisa melihat itu," kata Komisioner Penyelidikan atau Pemantauan Komnas HAM Choirul Anam.
Choirul juga menemukan adanya indikasi penggunaan kewenangan berlebihan dari aparat keamanan.
Baca juga: Kisah Mereka yang Pulang dari Stadion Kanjuruhan Malang...
"Dalam konteks itu, apakah ada dugaan pelanggaran HAM, pasti ada, minimal soal kekerasan, penggunaan kewenangan berlebihan. Kita akan cek sampai level mana, masa orang berjalan di lapangan terus ditendang model begitu," kata dia.
Menanggapi hal tersebut, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa berjanji akan mengusut jika prajuritnya melakukan tindakan berlebihan pada suporter.
Dia pun meminta warga mengirimkan video dugaan aksi anarkistis prajurit kepadanya.
"(Kirim video) Ke Puspen boleh, ke saya boleh," kata Andika.
Dinas Kabupaten Malang merilis, jumlah korban jiwa tragedi Kanjuruhan bertambah menjadi 131 orang hingga Selasa (4/10/2022).
Artinya, ada penambahan enam korban dari data sebelumnya yang berjumlah 125 orang korban jiwa.
"Sebelumnya enam korban ini tidak terdata karena langsung dievakuasi oleh keluarga secara mandiri ke rumah duka," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Wiyanto Wijoyo.
Baca juga: Sederet Aksi Solidaritas dan Doa Bagi Korban Tregedi Kanjuruhan Malang
Tragedi Kanjuruhan terjadi usai laga pertandingan antara Arema FC dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).
Sesaat setelah wasit meniup peluit tanda pertandingan berakhir sekitar pukul 22.00 WIB, ribuan suporter masuk ke lapangan.
Aparat lantas menembakkan gas air mata ke arah tribune penonton.
Ribuan orang akhirnya berhamburan, berdesak-desakan keluar hingga terinjak-injak. Sebanyak 131 nyawa melayang saat tragedi terkelam dalam sejarah sepak bola Indonesia itu terjadi.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Imron Hakiki, Nugraha | Editor: Andi Hartik, Dheri Agriesta, Krisiandi, Pythag Kurniati), Antara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.