Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tengah Keterbatasan, Suryati Rawat Anak Penderita Syaraf Otak, Dicerai Suami Saat Putrinya Umur 1 Tahun

Kompas.com, 13 Agustus 2022, 19:45 WIB
Moh. SyafiĆ­,
Khairina

Tim Redaksi

JOMBANG, KOMPAS.com - Usianya sudah hampir 12 tahun. Namun, tak selayaknya anak-anak usia belasan tahun, Ainur Syifa hanya bisa terbaring lemas di atas kasur.

Sekujur tubuhnya tampak lemah. Dia mengalami kesulitan untuk duduk, apalagi berdiri 

Ainur Syifa merupakan anak dari Suryati (52). Ibu dan anak itu tinggal bersama ibunya di Dusun Kemambang, Desa Tondowulan, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Syaraf otak

Suryati menuturkan, putri pertamanya itu didiagnosa mengalami gangguan syaraf otak. Gangguan tersebut diketahui saat anaknya berumur 4 bulan.

Awalnya, ungkap dia, Syifa yang sudah memasuki 4 bulan kesulitan untuk membolak-balikkan badan.

Baca juga: Kisah Penambang Timah Selam, ke Dasar Laut demi Cari Nafkah, Derita Gangguan Pendengaran

Padahal, bayi seusia itu seharusnya sudah bisa melakukan berbagai gerakan, termasuk bolak-balik badan.

 Karena merasa ada keanehan, Suryati membawa anaknya ke dokter spesialis anak. Dari hasil pemeriksaan, diketahui terdapat lendir pada otak Syifa.

Dokter yang memeriksa kala itu, menyampaikan kepada Suryati jika anaknya mengalami gangguan syaraf otak. 

"Katanya terdapat lendir di otaknya, sehingga anak saya mengalami gangguan syaraf otak," tutur Suryati, saat ditemui di rumahnya, Sabtu (13/8/2022).

Baca juga: Alami Gangguan Jantung, Jemaah Haji Asal Sragen Diturunkan di Bandara Kualanamu Medan

Rasa sedih menyelimuti Suryati setelah mengetahui hasil pemeriksaan dokter terhadap anaknya. 

Kala itu, Suryati mengaku hanya bisa pasrah dan terus berdoa agar putri pertamanya itu mendapatkan kesembuhan.

Bercerai

Hari-hari berikutnya, Suryati terus berupaya mencari kesembuhan anaknya dengan mendatangi tempat layanan kesehatan umum, dokter spesialis maupun tempat penyembuhan alternatif.

Namun, upaya berobat Syifa tak berjalan mulus karena gejolak rumah tangga.

Suami Suryati, atau ayah dari Ainur Syifa, mengajukan cerai.

Suryati mengungkapkan, permintaan cerai diajukan oleh suaminya. Dia kemudian bercerai dengan suaminya saat Syifa berusia 1 tahun.

Baca juga: Pelaku Penghinaan Iriana Jokowi Diduga Alami Gangguan Jiwa, Gibran: Sudah Ada yang Mengurus

Sepeninggal sang suami, Suryati merawat anaknya dengan bekal hasil dari usaha membuat kerajinan gerabah. Pendapatan yang diperoleh antara Rp 350.000 hingga Rp 500.000 per bulan.

"Paling banyak Rp 500.000, itu satu bulan. Cukup ndak cukup, ya saya cukupin," ungkap Suryati. 

Berobat terhenti

Meski ditinggal sang suami, Suryati tak menyerah. Dia terus berusaha mengantarkan anaknya berobat agar penyakit yang diderita bisa disembuhkan. 

Namun, pendapatannya yang minim membuat Suryati hanya mampu membawa anaknya rutin berobat ke tempat pengobatan alternatif. 

Dia kesulitan membawa Syifa berobat ke tempat layanan kesehatan yang memiliki kapasitas mumpuni, maupun ke dokter spesialis. 

Puncaknya, karena masalah biaya, Suryati menghentikan upaya berobat anaknya ke dokter spesialis maupun ke tempat layanan kesehatan yang memiliki kapasitas mumpuni.

Syifa tak lagi dibawa berobat ke dokter maupun rumah sakit sejak usia 9 tahun. 

"Akhir-akhirnya saya pasrah, karena tidak ada duit. Waktu itu dia umur 9 tahun," kata Suryati.

Sejak saat itu, Suryati lebih fokus menjaga dan merawat Syifa di rumah, sembari mengerjakan pesanan kerajinan gerabah.

Dia menuturkan, anaknya memang tak lagi berobat ke dokter spesialis ataupun rumah sakit. Namun, Syifa masih menjalani pengobatan alternatif dengan melakukan terapi di rumah.

"Kalau terapi terus berlanjut. Terapi di rumah sini dan biayanya sudah gratis," kata Suryati.

Kondisi terkini, ungkap dia, kondisi anaknya lebih daripada sebelumnya, meski tidak seperti kondisi anak-anak seusianya.

"Alhamdulillah ada perubahan baik dari Syifa saat ini. Dia sudah bisa duduk dan sudah tidak sering keluar air liur dari mulutnya," ujar Suryati.

Riwayat lahir

Suryati menuturkan, Ainur Syifa lahir pada bulan Oktober 2010. Saat anaknya lahir, tak terdengar suara tangisan layaknya bayi kebanyakan saat dilahirkan.

Dia mengungkapkan, anaknya lahir dengan denyut jantung tidak normal. Selain sering mengalami kejang, putri pertamanya itu tidak bisa menangis selama 11 hari sejak dilahirkan.

Baca juga: Cerita Pria Mengaku Dewa Matahari, Dugaan Penistaan Agama Ternyata Gangguan Jiwa

Proses kelahiran anaknya diawali dengan adanya pendarahan yang dialami Suryati. Dia kemudian dilarikan ke rumah sakit dan menjalani persalinan normal.

"Lahir itu detak jantungnya tidak normal. Di hari keempat muncul gejala kejang, terus diobati kembali ke rumah sakit dan sembuh. Kemudian dia tidak nangis sampai 11 hari," kata Suryati.

Hari-hari setelah itu, Suryati merawat anaknya di rumah. Namun keanehan terjadi pada Ainur Syifa pada usia 4 bulan.

Tumbuh kembang anaknya tidak seperti bayi seusianya, akibat mengalami gangguan syaraf otak.

Dia menambahkan, dibanding tahun-tahun sebelumnya, kondisinya kini terasa lebih baik. Anaknya sudah mulai bisa duduk meski masih memerlukan sandaran punggung.

Dia mengaku bersyukur sudah memperoleh bantuan melalui PKH. Selain itu, dia mengaku bersyukur atas bantuan yang datang dari berbagai pihak akhir-akhir ini.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau