Salin Artikel

Di Tengah Keterbatasan, Suryati Rawat Anak Penderita Syaraf Otak, Dicerai Suami Saat Putrinya Umur 1 Tahun

JOMBANG, KOMPAS.com - Usianya sudah hampir 12 tahun. Namun, tak selayaknya anak-anak usia belasan tahun, Ainur Syifa hanya bisa terbaring lemas di atas kasur.

Sekujur tubuhnya tampak lemah. Dia mengalami kesulitan untuk duduk, apalagi berdiri 

Ainur Syifa merupakan anak dari Suryati (52). Ibu dan anak itu tinggal bersama ibunya di Dusun Kemambang, Desa Tondowulan, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Syaraf otak

Suryati menuturkan, putri pertamanya itu didiagnosa mengalami gangguan syaraf otak. Gangguan tersebut diketahui saat anaknya berumur 4 bulan.

Awalnya, ungkap dia, Syifa yang sudah memasuki 4 bulan kesulitan untuk membolak-balikkan badan.

Padahal, bayi seusia itu seharusnya sudah bisa melakukan berbagai gerakan, termasuk bolak-balik badan.

 Karena merasa ada keanehan, Suryati membawa anaknya ke dokter spesialis anak. Dari hasil pemeriksaan, diketahui terdapat lendir pada otak Syifa.

Dokter yang memeriksa kala itu, menyampaikan kepada Suryati jika anaknya mengalami gangguan syaraf otak. 

"Katanya terdapat lendir di otaknya, sehingga anak saya mengalami gangguan syaraf otak," tutur Suryati, saat ditemui di rumahnya, Sabtu (13/8/2022).

Rasa sedih menyelimuti Suryati setelah mengetahui hasil pemeriksaan dokter terhadap anaknya. 

Kala itu, Suryati mengaku hanya bisa pasrah dan terus berdoa agar putri pertamanya itu mendapatkan kesembuhan.

Bercerai

Hari-hari berikutnya, Suryati terus berupaya mencari kesembuhan anaknya dengan mendatangi tempat layanan kesehatan umum, dokter spesialis maupun tempat penyembuhan alternatif.

Namun, upaya berobat Syifa tak berjalan mulus karena gejolak rumah tangga.

Suami Suryati, atau ayah dari Ainur Syifa, mengajukan cerai.

Suryati mengungkapkan, permintaan cerai diajukan oleh suaminya. Dia kemudian bercerai dengan suaminya saat Syifa berusia 1 tahun.

Sepeninggal sang suami, Suryati merawat anaknya dengan bekal hasil dari usaha membuat kerajinan gerabah. Pendapatan yang diperoleh antara Rp 350.000 hingga Rp 500.000 per bulan.

"Paling banyak Rp 500.000, itu satu bulan. Cukup ndak cukup, ya saya cukupin," ungkap Suryati. 

Berobat terhenti

Meski ditinggal sang suami, Suryati tak menyerah. Dia terus berusaha mengantarkan anaknya berobat agar penyakit yang diderita bisa disembuhkan. 

Namun, pendapatannya yang minim membuat Suryati hanya mampu membawa anaknya rutin berobat ke tempat pengobatan alternatif. 

Dia kesulitan membawa Syifa berobat ke tempat layanan kesehatan yang memiliki kapasitas mumpuni, maupun ke dokter spesialis. 

Puncaknya, karena masalah biaya, Suryati menghentikan upaya berobat anaknya ke dokter spesialis maupun ke tempat layanan kesehatan yang memiliki kapasitas mumpuni.

Syifa tak lagi dibawa berobat ke dokter maupun rumah sakit sejak usia 9 tahun. 

"Akhir-akhirnya saya pasrah, karena tidak ada duit. Waktu itu dia umur 9 tahun," kata Suryati.

Sejak saat itu, Suryati lebih fokus menjaga dan merawat Syifa di rumah, sembari mengerjakan pesanan kerajinan gerabah.

Dia menuturkan, anaknya memang tak lagi berobat ke dokter spesialis ataupun rumah sakit. Namun, Syifa masih menjalani pengobatan alternatif dengan melakukan terapi di rumah.

"Kalau terapi terus berlanjut. Terapi di rumah sini dan biayanya sudah gratis," kata Suryati.

Kondisi terkini, ungkap dia, kondisi anaknya lebih daripada sebelumnya, meski tidak seperti kondisi anak-anak seusianya.

"Alhamdulillah ada perubahan baik dari Syifa saat ini. Dia sudah bisa duduk dan sudah tidak sering keluar air liur dari mulutnya," ujar Suryati.

Riwayat lahir

Suryati menuturkan, Ainur Syifa lahir pada bulan Oktober 2010. Saat anaknya lahir, tak terdengar suara tangisan layaknya bayi kebanyakan saat dilahirkan.

Dia mengungkapkan, anaknya lahir dengan denyut jantung tidak normal. Selain sering mengalami kejang, putri pertamanya itu tidak bisa menangis selama 11 hari sejak dilahirkan.

Proses kelahiran anaknya diawali dengan adanya pendarahan yang dialami Suryati. Dia kemudian dilarikan ke rumah sakit dan menjalani persalinan normal.

"Lahir itu detak jantungnya tidak normal. Di hari keempat muncul gejala kejang, terus diobati kembali ke rumah sakit dan sembuh. Kemudian dia tidak nangis sampai 11 hari," kata Suryati.

Hari-hari setelah itu, Suryati merawat anaknya di rumah. Namun keanehan terjadi pada Ainur Syifa pada usia 4 bulan.

Tumbuh kembang anaknya tidak seperti bayi seusianya, akibat mengalami gangguan syaraf otak.

Dia menambahkan, dibanding tahun-tahun sebelumnya, kondisinya kini terasa lebih baik. Anaknya sudah mulai bisa duduk meski masih memerlukan sandaran punggung.

Dia mengaku bersyukur sudah memperoleh bantuan melalui PKH. Selain itu, dia mengaku bersyukur atas bantuan yang datang dari berbagai pihak akhir-akhir ini.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/08/13/194501978/di-tengah-keterbatasan-suryati-rawat-anak-penderita-syaraf-otak-dicerai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke