Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Destinasi Wisata Siti Sundari, Nasibmu Kini...

Kompas.com - 14/03/2022, 09:23 WIB
Miftahul Huda,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

LUMAJANG, KOMPAS.com - Destinasi wisata Siti Sundari di Dusun Karanganyar, Desa Burno, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, pernah menjadi buah bibir di wisatawan.

Konsep wisata alam yang diusung tempat wisata itu menjadi daya tarik tersendiri di tengah maraknya wisata modern.

Bahkan, Siti Sundari digadang-gadang menjadi stasiun pemberhentian pertama bagi wisatawan yang hendak berlibur di Lumajang.

Mengingat, Kecamatan Senduro menjadi jalur pintu masuk wisatawan yang harus dilewati jika ingin ke Ranupani, Bromo, dan Gunung Semeru Semeru.

Di desa Burno terdapat enam kelompok usaha. Di antaranya, kelompok peternak sapi madu dan kelompok wisata di Dusun Karanganyar.

Lalu, kelompok peternak lebah madu, kelompok petani kapulaga, dan kelompok petani pisang, di Dusun Mlambing. Terakhir, ada kelompok petani kopi di Dusun Tugu.

"Kalau di Burno, ada enam kelompok usaha yaitu peternakan, lebah madu, kapulaga, pisang, kopi, dan wisata," kata Kepala Dusun Karanganyar Hadi di Desa Burno, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Minggu (12/3/2022).

Baca juga: Wanita Di Banyuwangi Selundupkan Barang Diduga Sabu ke Tahanan Lapas, Disembunyikan di Sabun

Siti Sundari merupakan destinasi wisata yang dikelola langsung oleh masyarakat di atas lahan Perhutani seluas 9,2 hektare.

Masyarakat tersebut tergabung dalam kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) yang dinaungi lembaga masyarakat desa hutan (LMDH).

"Kalau tidak salah luasnya 9,2 hektare, dan ini masih percobaan, ternyata banyak yang perlu diperbaiki," tambahnya.

Wana Wisata Siti Sundari di Luamajang, Jawa Timur.KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA Wana Wisata Siti Sundari di Luamajang, Jawa Timur.
Menurut Hadi, masyarakat yang membuka lapak di tempat wisata itu harus membayar biaya retribusi sebesar Rp 5.000 per hari. Sementara hasil dari destinasi wisata dan lahan parkir akan dibagi antara Perhutani, LMDH, dan Bapenda, sesuai kontrak yang dibuat..

"Awalnya untuk lapak-lapak itu ditarik Rp 5.000 per harinya sedangkan untuk parkir dan spot lain itu hitungannya hasil bersih nanti dibagi tiga," jelas Hadi.

Selama tujuh bulan pertama beroperasi, tempat wisata itu terlihat menjanjikan. Banyak pengunjung yang datang, kesejahteraan masyarakat pun meningkat.

"Kalau awal dulu memang menjanjikan. Saya pernah hitung dari parkir saja itu satu hari kotornya dapat Rp 9 juta lebih, kalau warung ada yang sampai Rp 10 juta satu hari," ungkap Hadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com