Salin Artikel

Destinasi Wisata Siti Sundari, Nasibmu Kini...

Konsep wisata alam yang diusung tempat wisata itu menjadi daya tarik tersendiri di tengah maraknya wisata modern.

Bahkan, Siti Sundari digadang-gadang menjadi stasiun pemberhentian pertama bagi wisatawan yang hendak berlibur di Lumajang.

Mengingat, Kecamatan Senduro menjadi jalur pintu masuk wisatawan yang harus dilewati jika ingin ke Ranupani, Bromo, dan Gunung Semeru Semeru.

Di desa Burno terdapat enam kelompok usaha. Di antaranya, kelompok peternak sapi madu dan kelompok wisata di Dusun Karanganyar.

Lalu, kelompok peternak lebah madu, kelompok petani kapulaga, dan kelompok petani pisang, di Dusun Mlambing. Terakhir, ada kelompok petani kopi di Dusun Tugu.

"Kalau di Burno, ada enam kelompok usaha yaitu peternakan, lebah madu, kapulaga, pisang, kopi, dan wisata," kata Kepala Dusun Karanganyar Hadi di Desa Burno, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Minggu (12/3/2022).

Siti Sundari merupakan destinasi wisata yang dikelola langsung oleh masyarakat di atas lahan Perhutani seluas 9,2 hektare.

Masyarakat tersebut tergabung dalam kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) yang dinaungi lembaga masyarakat desa hutan (LMDH).

"Kalau tidak salah luasnya 9,2 hektare, dan ini masih percobaan, ternyata banyak yang perlu diperbaiki," tambahnya.

"Awalnya untuk lapak-lapak itu ditarik Rp 5.000 per harinya sedangkan untuk parkir dan spot lain itu hitungannya hasil bersih nanti dibagi tiga," jelas Hadi.

Selama tujuh bulan pertama beroperasi, tempat wisata itu terlihat menjanjikan. Banyak pengunjung yang datang, kesejahteraan masyarakat pun meningkat.

"Kalau awal dulu memang menjanjikan. Saya pernah hitung dari parkir saja itu satu hari kotornya dapat Rp 9 juta lebih, kalau warung ada yang sampai Rp 10 juta satu hari," ungkap Hadi.


Namun kini, tempat wisata tersebut hanya ramai di akhir pekan. Jika hari biasa, bukan hanya pengunjung yang tidak ada, banyak masyarakat lebih memilih menutup warungnya.

"Dari 36 lapak warung kopi, sekarang hanya sisa sekitar 18 lapak, itu pun hari biasa jarang buka," sesal Hadi.

Awalnya. Siti Sundari mengusung konsep wisata alam yang dikolaborasikan dengan beberapa spot wisata lain seperti camping ground, trail anventure, bike park, outbond dan flying fox, fun offroad, horse riding, dan coffee corner.

Seiring berjalan waktu, dari semua spot wisata penunjan itu hanya coffee corner yang berjalan. Bahkan, konsep mengintegrasikan tempat wisata Siti Sundari dengan wisata edukasi peternakan sapi tak berjalan.

Menurut Hadi, ada beberapa faktor yang membuat minat wisatawan mengunjungi Siti Sundari menurun. Di antaranya, faktor cuaca yang sering hujan dan perilaku masyarakat yang belum siap.

"Di sini sering hujan jadi perlu ada fasilitas untuk berteduh, kalau awalnya tidak ada tempat berteduh, kemudian ada penjual yang sengaja menjual mahal makanannya, kurang inovasi, dan terakhir pandemi kemarin," ujarnya.

Kini, perjanjian kerja sama LMDH dengan Perhutani telah habis, Hadi dan masyarakat setempat berencana mengajukan proposal kerja sama untuk mengelola lahan tersebut.

Hadi yang menyadari banyak kekurangan selama dua tahun ini berencana ingin melakukan evaluasi besar-besaran untuk membangun Siti Sundari seperti cita-cita awal sebagai titik wisata rujukan baru di Lumajang.

"Ini kita masih percobaan, banyak yang perlu dikoreksi dan perlu menyerap ilmu lagi dari luar, kalau soal bantuan pemerintah sudah tidak kekurangan, hanya perlu meningkatkan inovasi dan konsistensi agar Siti Sundari bisa ramai lagi seperti dulu," jelasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/03/14/092335278/destinasi-wisata-siti-sundari-nasibmu-kini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke