KOMPAS.com - Seorang pria meninggal saat bentrok antarperguruan silat di Desa Sukorejo, Kecamatan Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi pada Kamis (10/3/2022) dini hari.
Jumlah massa yang terlibat mencapai 1.000 orang.
Selain satu orang meninggal, 21 warga terluka dan 15 di antaranya dirawat di Puskesmas Pesanggaran serta 6 orang dirawat di Puskesmas Kebondalem.
Pada Kamis pagi sekitar pukul 06.00 WIB, suasana kondusif setelah kedua belah pihak kembali ke markas masing-masing.
Baca juga: Soal Bentrok Perguruan Silat di Banyuwangi, Warga: Yang Paling Dirasakan Itu Trauma
Usai bentrokan, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani langsung menemui kedua kubu perguruan silat yakni Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Pagar Nusa (PN), di Mapolsek Bangorejo.
Ipuk meminta kedua belah pihak menahan diri dan saling menjaga kondusifitas di internal masing masing pergurian.
Sementara itu bentrokan yang melibatkan dua perguruan tinggi itu membuat masyarakat sekitar trauma.
Ketua RT setempat, Purnadi mengatakan bentrokan pertama terjadi pada Rabu (9/3/2022) sore dan berlanjut hingga malam hari.
"Yang pertama, yang jelas keamanan (terganggu). Kalau korban harta, sampean cek sendiri, ya enggak seberapa lah. Yang paling dirasakan itu korban trauma, (jangan terjadi lagi) ya harapannya seperti itu," kata dia.
Baca juga: 1 Orang Tewas dalam Bentrok Perguruan Silat di Banyuwangi
Ia mengatakan apapun organisasinya, sebuah kelompok butuh area aktualisasi di masyarakat.
"Setiap orang punya energi dari dalam untuk eksis. Ini sudah alamiah. Jika bakat yang sama ini muncul di sejumlah orang maka ada bakat kolektif. Dan jika bakat kolektif sudah masuk ke ranah publik, maka harus ada perhatian khusus," jelas Nurul saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/3/2022).
Baca juga: Tawuran Pemuda di Ambon, 2 Orang Kena Luka Bacok, 4 Mobil Rusak Dilempar Batu
"Karena itu semakin besarnya sebuah organisasi harus diirini dengan wise. Kalo hanya berhenti di satu dua orang saja mungkin tidak bahaya. Tapi bakat kolektif yang mendapat dukungan besar akan membuka banyak pintu besar yang memicu konflik," tambahnya.
Ia mencontohkan konflik yang muncul adalah persaingan, perasaan tidak dianggap, tidak memiliki arena bahkan persaingan untuk mendapatkan arena di masyarakat.
Menurutnya organisasi, termasuk perguruan silat, embrionya adalah gagasan yang kemudian "membelah" dan kemudian dilembagakan
Baca juga: Tawuran Pemuda di Ambon, 2 Orang Jadi Korban, Salah Satunya Terluka Tusuk