Salin Artikel

Bentrok Perguruan Silat, Akademisi: Perasaan Kolektif Memicu Konflik

Jumlah massa yang terlibat mencapai 1.000 orang.

Selain satu orang meninggal, 21 warga terluka dan 15 di antaranya dirawat di Puskesmas Pesanggaran serta 6 orang dirawat di Puskesmas Kebondalem.

Pada Kamis pagi sekitar pukul 06.00 WIB, suasana kondusif setelah kedua belah pihak kembali ke markas masing-masing.

Usai bentrokan, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani langsung menemui kedua kubu perguruan silat yakni Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Pagar Nusa (PN), di Mapolsek Bangorejo.

Ipuk meminta kedua belah pihak menahan diri dan saling menjaga kondusifitas di internal masing masing pergurian.

Sementara itu bentrokan yang melibatkan dua perguruan tinggi itu membuat masyarakat sekitar trauma.

Ketua RT setempat, Purnadi mengatakan bentrokan pertama terjadi pada Rabu (9/3/2022) sore dan berlanjut hingga malam hari.

"Yang pertama, yang jelas keamanan (terganggu). Kalau korban harta, sampean cek sendiri, ya enggak seberapa lah. Yang paling dirasakan itu korban trauma, (jangan terjadi lagi) ya harapannya seperti itu," kata dia.

Ia mengatakan apapun organisasinya, sebuah kelompok butuh area aktualisasi di masyarakat.

"Setiap orang punya energi dari dalam untuk eksis. Ini sudah alamiah. Jika bakat yang sama ini muncul di sejumlah orang maka ada bakat kolektif. Dan jika bakat kolektif sudah masuk ke ranah publik, maka harus ada perhatian khusus," jelas Nurul saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/3/2022).

"Karena itu semakin besarnya sebuah organisasi harus diirini dengan wise. Kalo hanya berhenti di satu dua orang saja mungkin tidak bahaya. Tapi bakat kolektif yang mendapat dukungan besar akan membuka banyak pintu besar yang memicu konflik," tambahnya.

Ia mencontohkan konflik yang muncul adalah persaingan, perasaan tidak dianggap, tidak memiliki arena bahkan persaingan untuk mendapatkan arena di masyarakat.

Menurutnya organisasi, termasuk perguruan silat, embrionya adalah gagasan yang kemudian "membelah" dan kemudian dilembagakan

"Dan seiring dengan bertambahnnya dukungan maka ada yang merasa visi misinya terwakili, bakatnya terwakili, merasa nyaman, merasa dilindung. Perasaan kolektif ini yang akan memicu konflik," jelas dia.

Semakin besar organisasi makan akan muncul ego dari masing-masing kelompok karena ruang, objek, sumber daya yang diperebutkan sama.

"Padahal kesamaan kita tahu persamaan ini bersifat temporer. Ini lah yang memicu konflik di organisasi termasuk di kelompok silat di Banyuwangi," kaya dia.

Pemicu kedua adalah resource imajiner. "Yang satu merasa yang lain lebih diperhatikan nah ini yang disebut resource imajiner," kata Nurul.

Menurutnya orang yang ditokohkan atau pihak pemerintah daerah bisa melakukan kanalisasi konflik salah satunya adalah dengan membuat turnamen.

"Kreatifitas dari pemda dibutuhkan di kondisi kritis saat ini. Bagaimana mereka membangun arena baru agar masyarakat memiliki ikatan batin yang sama. Salah satunya membuat turnamen," ungkap dia.

"Tapi kalau turnamen ada tawuran sebagaimana? Paling tidak konfliknya dilokalisir menjadi konflik konstruktif. Contoh jika tawuran maka gelar juaranya akan dicabut.

Ia mengatakan jika tidak ada rules of games maka mereka akan kreatif dengan membuat rules of game sendiri.

"Akhirnya nanti yang disebut juara yang berhasil membunuh tetangganya. Yang kstaria berani menantang bapaknya. Padahal itu tidak benar," kata dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Ahmad Su'udi | Editor : Priska Sari Pratiwi, Dheri Agriesta)

https://surabaya.kompas.com/read/2022/03/13/133000978/bentrok-perguruan-silat-akademisi--perasaan-kolektif-memicu-konflik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke