Kebanyakan permohonan tersebut berasal dari daerah Lumajang yang ada di pinggiran seperti Kecamatan Pronojiwo.
Sofan mengatakan, faktor pemicunya adalah warga desa lebih takut malu pada tetangga karena putrinya sering didatangi laki-laki.
Menurutnya, selain soal ekonomi, secara mental dan kesehatan, pernikahan anak di bawah umur juga berdampak buruk. Salah satunya adalah perceraian, bahkan berpotensi stunting.
"Warga desa kan masih kolot pikirannya, mereka lebih tidak tahan malu daripada menjaga anak-anaknya," jelas Sofan.
Baca juga: Sopir Truk Ekspedisi Tewas Usai Tabrak Pohon dan Masuk Jurang di Lumajang
Lumajang sebenarnya telah membentuk Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Kabupaten Layak Anak. Namun, penerapannya belum maksimal.
Kata Sofan, dalam menciptakan Kabupaten layak anak perlu kerja sama dari semua elemen pemerintahan sampai tingkat paling rendah.
"Pembinaan itu harus dari yang paling dasar. Mudin di kampung harus bisa menahan betul keinginan warga Lumajang untuk menikahkan anaknya yang masih dibawah umur. Begitupun pemda dengan penyuluhannya. Kalau pengadilan kan hanya menerima saja," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.