Menurut Wahyudi, kendaraan yang dihibahkan ke Museum Pemberontakan Peta itu merupakan salah satu dari puluhan unit yang didatangkan dari Soviet pada awal 1960-an menyongsong operasi Trikora di tahun 1962.
Kata Wahyudi, unit tersebut merupakan produksi sekitar tahun 1955 atau sudah berusia 66 tahun.
"Di darat, kendaraan ini mempu lari pada kecepatan maksimal 44 kilometer per jam dan di air sekitar 11 kilometer per jam," ujarnya, Senin.
Baca juga: Peringati Pemberontakan Peta, Seniman Asal Blitar Lukis Cepat di Depan Markas Kodim
Menurutnya, kendaraan pengangkut militer yang biasa disebut pansam (panser amfibi) itu telah mencatatkan sejumlah operasi militer seperti Operasi Seroja di Timor Timur dan operasi penumpasan Gerakan Aceh Merdeka di Aceh.
Wahyudi mengatakan, sebelumnya sudah ada beberapa pansam milik Korps Marinir yang dihibahkan ke sejumlah museum sementara sebagian besar hingga saat ini masih menjadi salah satu alutsista andalan TNI-AL.
"Yang masih beroperasi sudah mengalami modifikasi termasuk pada bagian mesin penggerak. Modifikasi dan peremajaan sparepart dilakukan Pindad kalau tidak salah," kata dia.
Baca juga: Kesal 2 Tahun Tak Diperbaiki, Warga Blitar Tanam Belasan Pohon Pisang di Jalan Rusak
Satu unit pansam atau tank amfibi pengangkut yang dihibahkan ke Museum Pemberontakan Peta Blitar itu juga sudah tidak dilengkapi dengan persenjataan berupa peluncur granat dan senapan mesin yang biasa terpasang di samping pintu palka.
Wali Kota Blitar Santoso yang turut menyaksikan kedatangan dua peralatan militer itu mengatakan, penempatan tank dan meriam tersebut merupakan bagian dari proses pembangunan Museum Pemberontakan PETA.
"Ini bagian dari upaya kita menyempurkan penampilan ketika kita membangun Museum PETA Supriyadi," kata Santoso kepada wartawan.
Baca juga: Polisi Tetapkan Dua Tersangka Kasus Penjualan Pupuk Bersubsidi di Blitar