KOMPAS.com - Sebuah kampung mati di Kabupaten Ponorogo menjadi perbincanngan di media sosial.
Kampung tersebut berada di Dusun Krajan I, Dukuh Sumbulan, Desa Plalang, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo.
Tidak ada satu pun warga yang tinggal di kampung tersebut sejak lima tahun terakhir. Padahal pada tahun 1850, di kampung tersebut sempat berdiri pondok pesantren milik Nyai Mutadho anak ulama dari Demak.
Baca juga: Tari Reog Ponorogo, Kisah Melamar Putri Kediri hingga Media Dakwah
Keberadaan pondok tersebut membuat banyak warga berdatangan untuk menimba ilmu.
Menurut warga yang pernah tingga di kampung tersebut, ada 30 kepala keluarga yang tingga;. Namun satu per satu dari mereka pindah karena akses jalan yang sulit, menikah atau ikut keluarga lain
Terakhir hanya ada dua kepala keluarga yang juga memutuskan untuk pindah sejak lima tahun lalu karena pemukiman itu sepi.
Baca juga: Bukan karena Mistis, Ini Penyebab Satu Kampung di Ponorogo Ditinggalkan Semua Warganya
Kabupaten Ponorogo tak bisa dilepaskan dari cerita tentang Bathoro Katong yang dinobatkan menjadi adipati pertama Kadipaten Ponorogo pada tahun 1837.
Dikutip dari antaranews.com, peneliti reog Rido Kurnianti menjelaskan Bathoro Katong bernama asli Lembu Kanigoro.
Ia adalah putra kelima Prabu Brawijaya V yakn adik Raja Demak Raden Patah. Agar masyarakat yang masih banyak menganut Hindu Budha bisa mudah menerima, Raden Patah memberi nama adiknya Bathoro Katong.
Bathoro Katong berasal dari kata "batara" yang berarti dewa dan "katon" yang berarti menampakkan diri sehingga Bathoro Katong berarti dewa yang mewujud atau menampakn diri dalam wujud manusia.
Sementara itu dikutip dari laman ponorogo.go.id, diceritakan dalam Babad Ponorogo saat Bathoro Katong tiba di wilayah Wengker.
Ia lalu memilih tempat itu karena memenuhi syarat untuk pemukiman. Lokasinya saat ini berada di Dusun Plampitan, Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan.
Sekitar tahun 1482. ia pun mulai melakukan konsolidasi wilayah.