SURABAYA, KOMPAS.com - Lukman Hakim meniti karir sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Namun siapa sangka, Lukman dulunya seorang anak panti asuhan yang hidup dalam keterbatasan dan nyaris tidak melanjutkan sekolah karena masalah biaya.
“Saya memang dari keluarga kurang mampu. Sejak balita tinggal sama nenek karena ibu jadi TKI di Singapura selama bertahun-tahun tidak jadi apa-apa. Sempat lost contact juga,” ujar pria yang biasa disapa Lukman mengenang kepada Kompas.com.
Sebab, sejak menginjak kelas 6 SD, kondisi ekonomi neneknya yang sehari-hari hanya jualan nasi tidak lagi sanggup membiayai pendidikan ke jenjang berikutnya.
Ketika masa depan mulai terlihat suram, seorang pakde yang juga ustaz di kampung menjadi penyelamat. Meski tidak bisa membiayai langsung, tapi beliau mencarikan solusi yaitu menitipkannya ke Panti Asuhan Muhammadiyah Kediri.
“Saya awalnya tidak mau karena tidak ingin jauh dari nenek. Tapi Pakde bilang, pas kamu sekolah di Kediri bisa lihat Persik, kebetulan saya suka dan akhirnya saya mau,” imbuhnya.
Baca juga: Mimpi Habibi, Bocah 9 Tahun di Panti Ulul Azmi, Ingin Belikan Papa Mama Mobil
Sejak berada di panti asuhan, kehidupan Lukman Hakim berubah total selama tujuh tahun, dari kelas 6 SD hingga lulus SMK.
Ia mulai mengenal kedisiplinan dan kehidupan yang tertata. Mulai dari bangun sebelum subuh, tahajud, hafalan surat, membersihkan asrama, sarapan, lalu berangkat ke sekolah yang semuanya membentuk karakter dan semangat juang.