Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eri Cahyadi Geram ke Pasien TBC: Sudah Sakit, Tidak Mau Diobati, Malah Keliling, Kan Bisa Bahaya

Kompas.com, 29 April 2025, 06:25 WIB
Andhi Dwi Setiawan,
Bilal Ramadhan

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, bakal memberikan sanksi menonaktifkan nomor induk kependudukan (NIK) dan BPJS, bagi penderita tuberkulosis (TBC) menolak pengobatan gratis.

Diketahui, berdasarkan data Pemkot Surabaya, penyakit TBC di Kota Pahlawan mencapai 1.917 kasus, di Maret 2025.

Para penderita diminta untuk rutin berobat di fasilitas kesehatan.

“Sudah tahu sakit kenapa tidak mau diobati, enggak mau menjaga dirinya, kalau itu (penderita TBC) berjalan kan bisa menular ke orang lain," kata Wali Kota Eri Cahyadi, di Balai Kota Surabaya, Senin (28/4/2025).

Baca juga: Pimpin Penyegelan Gudang Jan Hwa Diana, Eri Cahyadi: Saya Sudah Bilang, Jangan Pernah Sakiti Arek Suroboyo

Eri mengatakan, berkaca dari penyakit Covid-19 yang sempat mewabah lima tahun lalu.

Jika tidak saling menjaga diri satu sama lain, maka TBC bisa menular cepat seperti virus Corona.

“Kita kan harus menjaga diri kita, tapi jangan merugikan orang lain sehingga pada waktu Covid-19 itu kan ada yang pakai masker sehingga tidak menularkan orang lain," jelasnya.

Baca juga: Eri Cahyadi Bantu Kembalikan 4 Ijazah Karyawan, 3 di Antaranya dari Luar Surabaya

"Lah sekarang (TBC), sudah sakit, tidak mau diobati, malah keliling, nah itu kan jadi membahayakan warga Surabaya lainnya,” tambahnya.

Oleh karena itu, kata Eri, pihaknya bakal memberikan sanksi dengan menonaktifkan NIK dan BPJS pasien TBC yang enggan berobat. Hal ini untuk mengantisipasi penyebaran.

”Ya (NIK dan BPJS) diberhentikan semuanya, termasuk kegiatan yang untuk adminduknya akan kita bekukan semuanya. Karena kan (TBC) itu membahayakan warga semuanya," jelasnya.

"Baru bisa aktif lagi ketika dia (pasien) mau berobat lagi, lalu mau sanksi apa yang akan kita berikan lagi? Kalau tidak mau berobat, kemudian menular ke warga lainnya kan jadi bahaya,” imbuhnya.

Baca juga: Selain Gudang Jan Hwa Diana, Ketua Komisi A DPRD Juga Minta Eri Cahyadi Usut Perizinan Ruko di Surabaya

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina mengatakan, pihaknya menggunakan Perwali nomor 117 tahun 2024 pasal 26 dan 29, dalam memberikan sanksi.

Dalam Perwali itu tertulis, pasien penderita TBC Sensitif Obat (SO) dan TBC Resisten Obat (RO) yang menolak pengobatan tanpa konfirmasi selama 7 hari, rumahnya ditempel stiker 'mangkir pengobatan'.

”Mekanisme yang dilakukan, berupa satu kali kunjungan rumah oleh puskesmas dan dua kali kunjungan Tim Hexahelix wilayah, untuk memberikan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) sanksi administratif," ucap Nanik.

"Jika sudah dilakukan intervensi sebanyak tiga kali dan tetap tidak ada perubahan. Maka akan dilakukan pemasangan stiker bertulis 'mangkir pengobatan' di rumah pasien,” tutupnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau