MALANG, KOMPAS.com - "Rp 15 juta," canda Mujiasri sambil menyodorkan sepincuk nasi pecel kepada pembeli saat Kompas.com berkunjung ke lapaknya, Jumat (21/2/2025) pagi.
Candaannya membuat suasana di lapak "Pecel Klojen Mbak Sri" yang berada di sudut Pasar Klojen Kota Malang semakin akrab dan hangat.
Ini bukan sekadar tempat makan, tetapi juga saksi perjalanan panjang sebuah keluarga yang menjaga warisan rasa dan ketulusan dalam berdagang.
Meski banyak yang mengira usahanya berdiri sejak 1974, seperti tertulis di banner fasilitas pasar, kenyataannya berbeda.
"Itu ngawur. Saya sekarang 67 tahun, sejak SD sudah bantu-bantu jualan. Kalau dihitung, ya sudah lebih dari 50 tahun," imbuhnya.
Baca juga: Nasi Pecel Madiun, Sajian Makanan Penuh Gizi Favorit Presiden SBY
Mujiasri merupakan generasi kedua yang meneruskan usaha ini bersama adik laki-lakinya, setelah sang ibu berpulang di usia 93 tahun.
"Kami dua bersaudara, jadi saling membantu. Anak-anak saya sudah punya keluarga masing-masing, jadi ini saya jalani dengan niat ibadah," katanya.
Pecel Klojen Mbak Sri yang sampai saat ini dalam penyajiannya menggunakan pincuk daun pisang.Sejak kecil, ia terbiasa membantu ibunya berjualan pecel di pasar. Namun, di masa mudanya, ia sempat merantau ke Jember mencari jalan hidup lain.
Baca juga: Nasi Pecel Madiun, Sajian Makanan Penuh Gizi Favorit Presiden SBY
Takdir membawanya kembali ke Malang untuk meneruskan usaha keluarga.
"Saya teringat ucapan ibu yang dulu membingungkan, dia bilang 'sak karepmu' (terserah kamu)," kenang perempuan yang biasa disapa Mbak Sri itu.
"Setelah ibu meninggal, saya bingung bagaimana melanjutkannya. Tapi saya mulai ngeracik bumbu, bismillah dengan keyakinan. Ternyata semua mengalir begitu saja sampai saat ini," sambungnya.
Berdagang di pasar bukan perkara mudah. Ia memulai dari lapak kecil berukuran satu meter yang diwariskan sang ibu.
Namun, bukan sekadar meneruskan, ia juga berusaha menjaga cita rasa agar tetap otentik.
"Dulu ibuku memulai dari nol, sulitnya luar biasa. Merintis memang berat, seperti kembang yang tak langsung mekar. Sekarang, alhamdulillah, warung ini berkembang sampai empat lapak," ujar Mujiasri.
Setiap hari, ia bangun dini hari untuk menggoreng kacang dan memastikan bumbu racikannya sempurna.