Meskipun setiap harinya ia harus melawan panas yang menyengat sembari berjalan kaki sembari mendorong gerobak dagangannya, tapi ia sama sekali tak keberatan demi mencari pundi-pundi uang.
“Ya namanya orang kerja pasti capek, panas, tapi kan harus dihadapi, pokoknya selama dagangan saya laris manis mau panas hujan enggak masalah,” terangnya.
Senada, pedagang kopi keliling, Rudi menuturkan penjualannya naik hingga tiga kali lipat, dari biasanya 100 gelas, kini menjadi 200 sampai 300 gelas per hari.
“Malah sekarang enggak cuma pelajar aja yang beli, GoJek, orang kerja itu juga makin banyak terutama kalau siang puncak panas-panasnya,” kata Rudi.
Baca juga: Ramai Kota Semarang Disebutkan Mencapai Suhu Panas Maksimum, Ini Penjelasan BMKG
Walaupun begitu, ia masih berharap agar musim penghujan segera datang karena menurutnya kondisi panas di Surabaya yang semakin tidak menyehatkan.
“Karena panasnya itu enggak cuma bikin gosong aja, tapi mata sakit, kepala pusing, enggak sehat juga buat tubuh lama-lama,” ucapnya.
Prakirawan cuaca BMKG Kelas I Juanda, Shanas Prayuda, menjelaskan, kenaikan suhu di Surabaya disebabkan oleh posisi matahari yang berada tepat di garis ekuator sehingga kecenderungan datangnya sinar matahari akan tegak lurus dengan permukaan bumi.
Hal tersebut juga didukung oleh tipisnya tutupan awan di langit.
“Nah, itu yang juga menyebabkan tidak adanya hambatan sinar matahari menuju ke permukaan bumi,“ tutur Shanas saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/10/2025).
Menurutnya, Surabaya juga menjadi salah satu dari kota-kota teratas paling panas di Jawa Timur dengan prakiraan suhu maksimum mencapai 36 derajat celsius.
“Meskipun ada beberapa wilayah lain yang juga memiliki suhu yang cukup tinggi, seperti wilayah Kediri, Sidoarjo, Bojonegoro, termasuk Surabaya,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang