MALANG, KOMPAS.com - Seorang pria paruh baya, terlihat mondar-mandir di depan Pintu 13 Stadion Kanjuruhan, Rabu (1/10/2025) malam.
Dia mengenakan setelan kemeja putih, sarung dan kopiah putih. Sesekali ia menyambut orang yang datang ke Gate 13, dan menjelaskan beberapa hal sambil menunjuk ke arah Stadion Kanjuruhan, layaknya seorang tuan rumah yang sedang menggelar hajatan.
Ya, dia adalah Nuri Hidayat, paman dari almarhum Jovan Farellino, satu dari ratusan korban yang tewas dalam Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
Nuri Hidayat memang terlihat seperti tuan rumah, sebab di Stadion Kanjuruhan digelar kegiatan peringatan 3 tahun Tragedi Kanjuruhan.
Baca juga: Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Cari Keadilan: Melempem dan Bobrok
Kegiatan itu bertema 'Munajat Akbar dan Doa Bersama untuk Korban Kanjuruhan', yang memang digelar keluarga korban bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Tentu saja, banyak orang hendak mengikuti kegiatan itu, menyempatkan diri menghampiri Gate 13, salah satu situs yang menjadi saksi bisu hilangnya nyawa ratusan korban dalam Tragedi Kanjuruhan, untuk sekedar melihat jejak tragedi hingga menabur bunga duka.
Meski tetap melempar senyum, raut wajah kehilangan tetap masih terlihat di wajah Nuri. Oleh karena itu, ia tetap berharap peringatan Tragedi Kanjuruhan semacam ini rutin digelar setiap tahun.
"Karena acara seperti ini, adalah salah satu cara kita untuk terus merawat ingatan kita bersama," ungkapnya saat ditemui.
"Sehingga harapannya, tragedi serupa tidak terjadi lagi ke depannya," imbuhnya.
Di sisi lain, ia bersama para penyintas lain tetap terus menggaungkan suara untuk keadilan atas tewasnya korban.
Baca juga: 3 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Aremania Ini Trauma Bertemu Polisi
Sebab, proses hukum yang sudah berjalan selama ini, bagi Nuri belum memberikan rasa keadilan bagi dirinya dan keluarga korban.
"Salah satunya, proses hukum yang selama ini berjalan tidak menyentuh intelektual darder dan pelaku di lapangan," ujarnya.
"Pelaku yang diproses selama ini hanya menyentuh midle darder," sambungnya.
Selain itu, restitusi yang diberikan, menurut Nuri, belum sebanding nilainya dengan hilangnya sebuah nyawa keluarganya.
"Nilai restitusi yang kami dapatkan hanya Rp 10 juta per keluarga korban. Nilai itu apa sebanding dengan nyawa keluarga kami," bebernya.
Untuk itu, dalam rangka mencari keadilan, Nuri menyebut keluarga korban melalui kuasa hukumnya melayangkan laporan polisi model B ke Bareskrim Polri, dengan tuntutan Pasal 338, sekaligus bersurat Komisi III DPR RI untuk melakukan audiensi.
"Secara hablum min Allah kita memang sudah ikhlas, tapi hablum min an-naas kita masih dongkol," tegasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang