Sehingga ia berencana hendak berobat ke Klinik Cakra, yang merupakan bagian dari RSU Pindad, pada tahun 2024 lalu.
"Saat itu saya langsung divonis katarak. Sehingga solusinya kalau ingin sembuh, maka harus operasi mata," ungkap Yulianto saat ditemui, Jumat (26/9/2025).
Yulianto menyebut, saat itu pihaknya sempat menanyakan prosentase keberhasilan dari proses operasinya, dan dikatakan bahwa prosentase keberhasilannya 100 persen.
"Prosentase keberhasilannya katanya 100 persen. Oleh karena itu saya berani operasi. Seandainya kalau bilang 80 persen, mungkin saya tidak akan melanjutkan operasi," tuturnya.
Usai dilakukan operasi, bukan kembali normal, penglihatan Yulianto justru hilang sama sekali. Bahkan, matanya mengalami pendarahan hebat.
"Saat itu saya ditawari oleh pihak rumah sakit untuk operasi ulang. Tapi saya tidak mau, karena trauma," pungkasnya.
Sementara itu, kuasa hukum Yulianto, Agus Salim Ghozali mengatakan pihaknya sudah melakukan upaya komunikasi dengan pihak rumah sakit, berkaitan dengan kondisi mata yang telah dialami Yulianto.
"Namun, RSU Pindad kekeh bahwa tindakan operasi yang dilakukan pada klien kami sudah sesuai prosedur," tuturnya.
Agus menyebut, RSU Pindad mengklaim kegagalan operasi yang dilakukannya itu, akibat Yulianto tengah mengalami Diabetes Melitus.
"Tapi seharusnya kalau sudah tau klien kami mengalami Diabetes, dokter tidak memaksakan operasi," tuturnya.
Kanit III Satreskrim Polres Malang, Ipda Andreas membenarkan adanya laporan tersebut, dan sudah melakukan pemeriksaan kepada korban.
"Selanjutnya, secepatnya kami akan melakukan pemanggilan kepada dokter terkait serta pihak rumah sakit," tuturnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang