Namun, Anang menegaskan bahwa tidak ada ujaran kebencian atau konten yang dapat diverifikasi ahli forensik digital dalam kasus ini.
Barang bukti yang disita termasuk dua buku bacaan, sebuah buku catatan harian, laptop, dan poster, yang menurut Anang hanya merupakan alat ekspresi berpikir.
Baca juga: Pengakuan Pelajar asal Surabaya yang Ditahan Semalam di Polrestabes saat Kerusuhan Aksi
“Jika hari ini pelajar bisa dikriminalisasi karena berpikir, maka besok siapa pun bisa mengalami hal yang sama. Ini bukan penegakan hukum, ini pembungkaman yang dibungkus pasal,” pungkas Anang.
Penangkapan AFY menambah daftar panjang aktivis yang ditangkap polisi Kediri, termasuk dua mahasiswa lainnya, Saiful Amin alias Sam Oemar dan Shelfin Bima, yang juga ditangkap atas perkara unjuk rasa yang sama.
Penangkapan ini mendapat perhatian dari Amnesty International.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengkritik tindakan represif dan kriminalisasi terhadap aktivis yang menuntut keadilan.
“Polisi tidak seharusnya menargetkan, apalagi melakukan kriminalisasi aktivis yang menuntut keadilan. Ini jelas keliru,” ujar Usman Hamid.
Baca juga: Polri Tetapkan 959 Tersangka dalam Kerusuhan Agustus, 295 di Antaranya Anak
Ia menekankan bahwa tindakan seperti ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan bagi para aktivis dan keluarga mereka, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi dan hak berkumpul yang dijamin oleh konstitusi Indonesia.
Usman Hamid mendesak Kepolisian Kota Kediri segera membebaskan AFY, Saiful, dan Shelfin, serta menghentikan semua proses hukum terhadap mereka.
“Menjadi kewajiban negara untuk melindungi seluruh warga yang menggunakan hak untuk berekspresi dan berkumpul, bukan menjadikan mereka korban kriminalisasi,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang