SURABAYA, KOMPAS.com - Seorang pelajar asal Surabaya sempat ditahan semalam di Polrestabes saat kerusuhan aksi pada akhir Agustus 2025. Kini, pelajar tersebut mengalami trauma.
Warno (17), bukan nama sebenarnya, tak menyangka pengalamannya ditahan satu hari di Polrestabes Surabaya membuat hidupnya berubah.
Pada Sabtu (30/8/2025), sejumlah titik di Kota Surabaya seolah menjadi zona merah. Aksi demonstrasi dan solidaritas yang semula berjalan tertib berujung ricuh.
Sejumlah orang mendatangi Polrestabes Surabaya sekitar pukul 15.00 WIB. Aksi semakin panas hingga pukul 00.00 WIB dan puncaknya saat sisi barat Gedung Grahadi dan kantor Polsek Tegalsari dibakar.
Baca juga: LBH Kritik Penangkapan Pelajar Nganjuk yang Diduga Menghasut Kerusuhan di Kediri
Saat itu, Warno mengaku tak terlibat dalam kerusuhan aksi. Ia hanya sekadar menonton bersama seorang kawannya menuju kawasan Polrestabes Surabaya.
Namun sejumlah anggota kepolisian melakukan sweeping di area Polrestabes, Kota Tua dan sekitarnya. Mereka pun ditangkap serta motornya disita.
Saat motornya digeledah, nasibnya terjepit. Sebuah potongan besi gerbang Gedung Grahadi tersimpan di dalam jok motor. Mereka pun langsung digelandang.
Menurut pengakuannya, potongan besi tersebut pemberian kawannya dan dia menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Tetapi polisi tak menerima alasan tersebut.
Saat ditahan, Warno mengaku mendapat perlakuan tak mengenakkan. Ia mengaku dipukuli hingga dicambuk dan membuat sejumlah bagian tubuhnya luka lebam.
“Saya bersama ratusan orang yang ditangkap itu dipukuli semalaman. Sampai kepala saya bengkak berdarah. Tapi yang terparah bagian perut tepatnya ulu hati,” kata Warno.
Baca juga: Kapolda Jatim: Kerusuhan Saat Demo Agustus Bukan oleh Mahasiswa atau Ojol, melainkan Anarko
Pada Minggu (31/8/2025) pagi, dia menceritakan ratusan orang yang ditangkap dijemur di tempat terbuka lalu ditanya identitas satu per satu.
“Pagi disuruh jalan jongkok. Kalau jalan berdiri langsung dipukul. Dijemur sambil ditanyai identitas pokoknya,” ujarnya.
Namun, karena dinyatakan tidak terlibat dalam kerusuhan aksi, ia pun akhirnya dibebaskan pada Minggu (31/8/2025) sekitar pukul 23.00 WIB dan dijemput Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya.
Setelah keluar, betapa kagetnya Warno ketika melihat kondisi motornya yang sudah tak berbentuk. Padahal mulanya tidak ada kerusakan sama sekali.
“Motor saya waktu disita utuh bentuknya standar. Tapi pas saya ambil sudah tidak berbentuk, banyak yang pecah,” ucapnya.
Kini, ia yang duduk di kelas 12 salah satu sekolah kejuruan di Surabaya, terancam tidak mengikuti ujian akhir. Sebab, handphonenya masih disita.
Baca juga: Polda Jatim Telusuri Dalang Penggerak Kerusuhan Aksi Akhir Agustus
“Dia gak sekolah karena gak bisa akses untuk absen dan pelajaran. Karena semuanya kan lewat handphone, dan handphonenya masih disita,” kata Kabiro Kampanye HAM KontraS Surabaya, Zaldi Maulana.
Warno masih dalam pendampingan KontraS Surabaya. Atas apa yang dialaminya saat ditahan semalam di kantor polisi, ia belum memutuskan akan mengajukan laporan ke jalur hukum.
“Masih jauh (memutuskan lapor). Karena masih trauma. Kami juga sebenarnya sudah mengundang dia ke acara ya tapi masih takut ke mana-mana, dia jadi trauma,” pungkas Zaldi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang