PAMEKASAN, KOMPAS.com - Surat perjanjian kerja sama Makan Bergizi Gratis (MBG) antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan pihak sekolah dinilai lemah, guru tidak perlu takut, Selasa (23/9/2025).
Hal itu disampaikan salah satu praktisi hukum di Pamekasan, Erfan Yulianto kepada Kompas.com, Selasa (23/9/2025).
Dia mengatakan pihak sekolah memiliki kewajiban melindungi siswa.
Sehingga tidak perlu khawatir dengan perjanjian yang sudah tertanda tangani.
"Setelah saya pelajari, surat perjanjian yang beredar itu masih lemah," kata Erfan.
Baca juga: Pemkab Sleman Minta Klarifikasi soal Rahasiakan Keracunan MBG ke BGN, Sebut Tak Ada Pelibatan Pemda
Erfan Yulianto menyebut perjanjian tersebut hanya bersifat perdata.
Pihak sekolah tetap mempunyai hak melaporkan jika dalam penyaluran menu MBG ditemukan unsur pidana.
"Pihak sekolah dengan SPPG sebagai penyalur MBG kedudukannya sama, tidak boleh ada pihak yang dirugikan," katanya.
Dikatakan, sebagai warga negara, pihak sekolah tetap memiliki hak melindungi siswa.
"Dalam perjanjian itu masih banyak kelemahan. Meski secara mendasar masih merugikan sekolah," katanya.
Baca juga: Usai Viral, Surat Perjanjian MBG yang Rahasiakan Keracunan di Blora Ditarik dan Diganti
Erfan Yulianto menjelaskan, sesuai Pasal 1320 KUH Perdata, berlaku asas pacta sunt servanda, perjanjian sah dan mengikat antara kedua belah pihak.
Menurutnya, perjanjian dibawah tangan kurang tepat, karena antara lembaga harusnya dibuat secara autentik dengan akta notaris.
Namun, dalam perjanjian yang beredar masih banyak kelemahan.
Sehingga pihak sekolah tidak perlu khawatir.
"Pihak sekolah jangan terjebak dengan perjanjian itu. Melindungi siswa adalah kewajiban utama," ucapnya.
Baca juga: SPPG DIY Akui Bikin MoU Rahasiakan Keracunan MBG: Itu Versi Lama
Erfan Yulianto juga menegaskan, kedudukan sekolah dengan SPPG sama.
Sehingga dalam surat perjanjian tidak perlu ada korps surat dari salah satu pihak.
Selain itu, dalam surat materi perjanjian harus jelas.
Seperti saat terjadi keracunan pada siswa maupun jika terjadi kehilangan barang berupa wadah MBG.
"Dalam perjanjian secara teknis harus jelas. Saya melihat di perjanjian itu lemah," katanya.
Namun, pada surat perjanjian yang beredar tidak jelas teknisnya.
Sehingga saat terjadi masalah penyelesaiannya tidak termuat dalam surat perjanjian kerja sama.
Sekali lagi, Erfan Yulianto mengingatkan pihak sekolah tidak takut dan khawatir adanya perjanjian yang sudah ditandatangani.
"Apalagi sekolah sampai mengabaikan keselamatan siswa," tegasnya.
Baca juga: Surat MBG Minta Rahasiakan Keracunan, Pemkab Sleman Tak Pernah Dilibatkan
Sebelumnya, perjanjian kerja sama tersebut sempat diakui merugikan pihak sekolah.
Salah satunya Kepala SDN Pasanggar 1 Pengantenan, Pamekasan, Gazali yang mengaku dirugikan dengan poin momor 7 yang diminta merahasiakan jika terjadi keracunan pada siswa.
"Kami dirugikan dengan adanya aturan itu. Saat itu saya tidak menyimak isinya karena prosesnya cepat," ucap Gazali.
Pantauan Kompas.com, pada surat perjanjian ada 7 poin yang disetujui pihak sekolah. Pihak SPPG sebagai pihak pertama dan pihak kedua adalah sekolah.
Isi poin ke tujuh, apabila terjadi kejadian luar biasa, seperti keracunan, ketidak lengkapan paket makanan atau kondisi lain yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan program ini.
Pihak kedua diminta menjaga kerahasiaan informasi hingga pihak pertama menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang