SURABAYA, KOMPAS.com - Setiap 19 September, masyarakat Indonesia, khususnya di Surabaya, memperingati Hari Peristiwa Tunjungan.
Peringatan ini merujuk pada insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato pada 1945, yang menjadi simbol perlawanan arek-arek Suroboyo terhadap penjajahan.
Mengutip dari situs resmi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), insiden Hotel Yamato juga menjadi awal mulainya masa revolusi setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang dibacakan pada tahun 1945.
Saat itu, sekutu dan Belanda kembali datang ke Indonesia dan mendarat di Surabaya.
Sekelompok orang Belanda yang dipimpin oleh Mr. W.V.Ch. Ploegman mengibarkan bendera yang berwarna merah, putih, dan biru di tiang bendera Hotel Yamato, yang berada di Jalan Tunjungan 65, Surabaya.
Pengibaran bendera Belanda dilakukan tanpa adanya persetujuan dari Pemerintah Republik Indonesia di kota Surabaya. Tindakan itu memicu kemarahan rakyat Surabaya.
Baca juga: Lewat Teatrikal Kolosal “Surabaya Merah Putih”, Eri Cahyadi Perankan Residen Sudirman
Mereka menilai pengibaran bendera Belanda tersebut sebagai bentuk provokasi dan pelecehan terhadap kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamasikan.
Situasi di sekitar Hotel Yamato pun memanas ketika tokoh-tokoh pemuda dan masyarakat berusaha menurunkan bendera Belanda.
Negosiasi sempat dilakukan, tetapi tidak mencapai kesepakatan.
Ketegangan akhirnya berujung pada aksi heroik.
Seorang pemuda Surabaya berhasil memanjat ke atap hotel, menurunkan bendera Belanda, lalu merobek bagian birunya.
Yang tersisa adalah bendera merah putih, simbol kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa itu pun menjadi pemantik semangat perlawanan rakyat Surabaya terhadap penjajah.
Insiden di Hotel Yamato kemudian dikenang sebagai simbol keberanian rakyat Surabaya mempertahankan kemerdekaan.
Baca juga: Saat Bendera Belanda Disobek dalam Insiden Hotel Yamato 19 September 1945
Aksi tersebut menegaskan bahwa bangsa Indonesia tidak akan tunduk pada upaya penjajahan kembali.