Kadang bernyanyi bersama, kadang pula bermain tebak kata. Bagi Ipong, buku hanyalah pintu masuk. Yang lebih penting adalah anak-anak bisa merasa dekat, nyaman, lalu terdorong untuk berani mengekspresikan diri.
"Memang kadang kami inisiatif isi dengan kegiatan lain, agar tidak jenuh. Saya jadi tahu apa kesukaan mereka," terang dia.
Baca juga: Kiprah Dini Widianti, Sulap Perpustakaan Sekolah Penuh Rayap Jadi Juara Tingkat Nasional
Setiap kali datang ke lembaga pendidikan, tak jarang Ipong menyaksikan anak-anak ingin mempraktikkan isi buku yang baru mereka baca.
Ada yang penasaran menanam cabai, ada pula yang ingin mencoba cara menanam singkong dan terong. Baginya, itulah bukti bahwa membaca bisa berlanjut menjadi pengalaman nyata.
“Biasanya anak-anak hanya membaca, jarang yang langsung mencoba. Tapi kalau ada yang mempraktikkan, itu kebahagiaan tersendiri bagi saya,” ungkapnya.
Usia boleh menua, tapi semangat Ipong seakan tak pernah redup. Mobil perpustakaan keliling baginya bukan sekadar kendaraan, melainkan jembatan yang menghubungkan anak-anak dengan masa depan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang