KEDIRI, KOMPAS.com - Museum Bhagawanta Bhari Kabupaten Kediri, Jawa Timur, turut menjadi sasaran massa yang anarkistis, Sabtu (30/8/2025) malam.
Akibatnya, infrastruktur gedung rusak dan sejumlah artefak hilang.
Hal tersebut memantik respons dari para pegiat budaya dan sejarah.
Sebab, perilaku anarkistis dianggap bertolak belakang dengan tujuan mulia demokrasi.
Pamong Budaya Ahli Pertama Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Novi Bahrul Munib mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini ironis.
“Bagaimana perjuangan untuk masa depan yang lebih baik justru melenyapkan jejak masa lalu yang tak ternilai?” ucap Novi Bahrul Munib, Minggu (31/8/2025).
Baca juga: Tuai Keprihatinan, Aksi Massa di Kediri yang Rusak Museum dan akibatkan Artefak Hilang
Pegiat sejarah dan budaya asal Kediri ini mengatakan, perjuangan untuk keadilan sosial dan ekonomi merupakan perjuangan yang mulia.
Namun, perjuangan itu akan kehilangan kemuliaannya saat ia mengorbankan aset tak ternilai lainnya, yaitu museum yang menyimpan warisan budaya dan sejarah.
Menurutnya, hal itu sama dengan menghancurkan bukti perjalanan dan jati diri generasi masa lalu.
Padahal, pada akhirnya, tujuan demokrasi adalah membangun peradaban yang lebih baik, bukan menghancurkan sisa-sisa peradaban yang telah ada.
“Bagaimana sebuah bangsa bisa membangun masa depan yang kokoh jika fondasi sejarahnya sengaja mereka retakkan?” ujar dia.
Mantan ketua Perkumpulan Pelestari Sejarah Kediri (PASAK) ini mengatakan, penyampaian aspirasi adalah perbuatan sahih yang dijamin konstitusi karena bagian dari demokrasi.
Baca juga: Museum Bhagawanta Bhari Kediri Jadi Sasaran Rusuh, 4 Artefak Sejarah Purbakala Hilang
Aspirasi mulia yang bertujuan memperjuangkan kehidupan mendatang yang lebih baik.
Kebebasan berpendapat itu juga adalah pilar demokrasi. Namun, selayaknya dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Sebab, ketika ekspresi berubah menjadi destruksi, ia tidak lagi menjadi bagian dari demokrasi, melainkan telah menyeberang ke wilayah anarki.