Akibatnya, infrastruktur gedung rusak dan sejumlah artefak hilang.
Hal tersebut memantik respons dari para pegiat budaya dan sejarah.
Sebab, perilaku anarkistis dianggap bertolak belakang dengan tujuan mulia demokrasi.
Pamong Budaya Ahli Pertama Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Novi Bahrul Munib mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini ironis.
“Bagaimana perjuangan untuk masa depan yang lebih baik justru melenyapkan jejak masa lalu yang tak ternilai?” ucap Novi Bahrul Munib, Minggu (31/8/2025).
Pegiat sejarah dan budaya asal Kediri ini mengatakan, perjuangan untuk keadilan sosial dan ekonomi merupakan perjuangan yang mulia.
Namun, perjuangan itu akan kehilangan kemuliaannya saat ia mengorbankan aset tak ternilai lainnya, yaitu museum yang menyimpan warisan budaya dan sejarah.
Menurutnya, hal itu sama dengan menghancurkan bukti perjalanan dan jati diri generasi masa lalu.
Padahal, pada akhirnya, tujuan demokrasi adalah membangun peradaban yang lebih baik, bukan menghancurkan sisa-sisa peradaban yang telah ada.
“Bagaimana sebuah bangsa bisa membangun masa depan yang kokoh jika fondasi sejarahnya sengaja mereka retakkan?” ujar dia.
Mantan ketua Perkumpulan Pelestari Sejarah Kediri (PASAK) ini mengatakan, penyampaian aspirasi adalah perbuatan sahih yang dijamin konstitusi karena bagian dari demokrasi.
Aspirasi mulia yang bertujuan memperjuangkan kehidupan mendatang yang lebih baik.
Kebebasan berpendapat itu juga adalah pilar demokrasi. Namun, selayaknya dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Sebab, ketika ekspresi berubah menjadi destruksi, ia tidak lagi menjadi bagian dari demokrasi, melainkan telah menyeberang ke wilayah anarki.
Perusakan museum maupun fasilitas pelayanan publik lainnya, menurutnya, adalah sebuah ironi yang menusuk hingga ke jantung demokrasi itu sendiri.
Sebab, pelayanan atas kebutuhan-kebutuhan administrasi dasar masyarakat Kediri akan terhambat karena ulah perusuh tersebut.
“Ketika alunan musik kebebasan itu berubah menjadi simfoni kehancuran, adalah sebuah ironi. Menjadi cermin kelam dan memilukan,” kata dia.
Oleh sebab itu, perusakan museum ini merupakan gambaran pengingat keras bagi semuanya.
Demokrasi bukan hanya tentang hak untuk berteriak, tetapi juga tentang kewajiban untuk mendengar dan berpikir.
“Semoga suara-suara di masa depan yang menuntut perubahan adalah suara yang membangun, bukan yang merobohkan. Suara yang mengkritik kebijakan, bukan yang memecahkan kaca jendela sejarah kita bersama,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Museum Bhagawanta Bhari yang berada satu kompleks dengan gedung DPRD maupun Kantor Pemkab Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menjadi korban sasaran amukan massa aksi solidaritas Affan Kurniawan, Sabtu (31/8/2025) malam.
Akibat peristiwa itu, gedung museum mengalami kerusakan dan sejumlah artefak rusak dan hilang.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/31/175623078/pegiat-sejarah-budaya-kediri-demokrasi-membangun-peradaban-lebih-baik-bukan