KEDIRI, KOMPAS.com - Museum Bhagawanta Bhari yang berada di Kompleks Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun Kantor Pemerintah Kabupaten Kediri, Jawa Timur, turut hancur akibat dirusak massa, Sabtu (30/8/2025) malam.
Selain menyebabkan rusaknya bangunan, sejumlah barang kuno mengalami kerusakan, bahkan beberapa di antaranya hilang.
Kepala Bidang Sejarah Purbakala dan Museum Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Kediri, Eko Priyatno mengatakan, masih ada koleksi museum yang diselamatkan.
“Yaitu sebanyak 153 koleksi museum masih dapat diselamatkan,” ujar Eko Priyatno, Minggu (31/8/2025).
Baca juga: Museum Bhagawanta Bhari Kediri Jadi Sasaran Rusuh, 4 Artefak Sejarah Purbakala Hilang
Koleksi yang hilang yakni fragmen kepala ganesha dan wastra atau kain batik, serta miniatur lumbung mengalami kerusakan.
Petugas museum, kata Eko, juga berhasil menyelamatkan sejumlah artefak masterpiece, seperti arca Bodhisatwa, meskipun kondisinya mengalami gempil ringan diduga akibat tumbukan benda tumpul.
Selain itu, menyelamatkan bata kuno yang berinskripsi mantram.
Benda-benda masterpiece yang cukup berharga dari sisi sejarahnya itu kini dalam pengamanan lebih lanjut oleh petugas museum.
“Hari ini sudah dilakukan pendataan dan pembersihan museum,” ucap Eko.
Perusakan museum itu mendapat kecaman dan mengundang keprihatinan dari sejumlah kalangan.
Pamong Budaya sekaligus aktivis budaya dan sejarah Kediri, Novi Bahrul Munib mengatakan, perjuangan untuk keadilan sosial dan ekonomi adalah perjuangan yang mulia.
Baca juga: Ketua PCNU Kota Kediri Imbau Tahan Diri, Jaga Persatuan dan Kondusivitas
Namun, perjuangan itu akan kehilangan kemuliaannya saat ia mengorbankan aset tak ternilai lainnya.
“Yaitu warisan budaya dan sejarah,” ujar Novi.
Mantan Ketua Pelestari Sejarah Kediri (Pasak) ini mengatakan, pada akhirnya tujuan demokrasi adalah membangun peradaban yang lebih baik, bukan menghancurkan sisa-sisa peradaban yang telah ada.
“Semoga suara-suara di masa depan yang menuntut perubahan adalah suara yang membangun, bukan yang merobohkan. Suara yang mengkritik kebijakan, bukan yang memecahkan kaca jendela sejarah kita bersama,” ucap Novi.