"Sampai hari ini, tidak satu kota pun yang lepas dari predikat kota kotor. Nilai seluruh kabupaten/kota masih di bawah 75," ungkap Hanif.
Ia menjelaskan bahwa dalam sistem penilaian Adipura yang baru, skor di bawah 50 masuk kategori kota kotor.
"Dan hari ini, hampir semuanya mendapat nilai kurang dari 50. Ini upaya tegas yang kita lakukan," katanya.
Pemerintah tidak hanya menyasar pemerintah daerah, tetapi juga produsen sebagai salah satu penanggung jawab utama sampah. Dua langkah strategis yang diambil adalah, yakni menghentikan Importasi Scrap Plastik, atau kebijakan ini telah berjalan dan menjadi salah satu poin yang dibahas dalam perundingan traktat global.
Kemudian, juga mewajibkan Extended Producer Responsibility (EPR) yakni skema tanggung jawab produsen atas kemasan produk pasca-pakai akan ditingkatkan statusnya dari sukarela (voluntary) menjadi wajib (mandatory). Draf aturan ini sedang dalam finalisasi.
"Penanggung jawab sampah ada tiga, yakni produsen, rumah tangga, dan kawasan. Produsen kita sentuh melalui EPR ini," kata Menteri Hanif.
Untuk solusi teknologi, pemerintah mendorong dua pendekatan utama, yakni Refuse-Derived Fuel (RDF) atau dianggap sebagai metodologi paling logis dan menjadi pilihan utama untuk daerah dengan volume sampah skala menengah. RDF dinilai lebih mudah diimplementasikan karena memiliki margin keuntungan dari selisih biaya operasional dan penjualan.
Kedua yakni Waste to Energy (WTE), atau disiapkan sebagai langkah terakhir untuk kota-kota dengan timbulan sampah di atas 1.000 ton per hari. Peraturan Presiden terkait WTE telah selesai di tingkat kementerian dan diharapkan ditandatangani Presiden pada akhir Agustus.
Sebagai langkah awal, Kementerian LH telah berencana memulai verifikasi kesiapan di kawasan Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu) untuk proyek WTE.
"WTE ini ibaratnya operasi sesar. Dilakukan saat kondisi darurat seperti ledakan sampah di Bantar Gebang karena risikonya besar, terutama pendanaan. Karena itu, ini adalah langkah terakhir," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang