Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Target Penyelesaian Masalah Sampah Dipercepat, Ini Strategi Menteri Lingkungan Hidup

Kompas.com, 18 Agustus 2025, 16:43 WIB
Nugraha Perdana,
Andi Hartik

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Pemerintah mengambil langkah tegas dalam perang melawan sampah plastik dengan mempercepat target penyelesaian masalah sampah nasional dari tahun 2030 menjadi 2029.

Di tengah mandeknya perundingan perjanjian plastik global, Menteri Lingkungan Hidup/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan menunggu dan terus menerapkan kebijakan ketat, termasuk memberikan sanksi administratif kepada seluruh pemerintah daerah yang dinilai gagal mengelola sampah.

Sikap tegas ini disampaikan Menteri Hanif setelah menghadiri negosiasi traktat plastik internasional (Plastic Treaty) di Jenewa, Swiss, yang menurutnya berakhir dengan deadlock.

Baca juga: Dua Penyu Mati Terdampar di Pantai Cilacap, Diduga Makan Sampah Plastik

“Saya sudah pastikan ini pasti deadlock. Indonesia mengusulkan agar disusun sebuah kerangka kerja seperti Paris Agreement, bukan memaksakan satu traktat yang sulit diikuti semua negara dalam waktu singkat," ujar Menteri Hanif saat berada di Universitas Brawijaya pada Senin (18/8/2025).

Usulan Indonesia ini, lanjutnya, didukung oleh Norwegia dan didasarkan pada pengalaman bahwa pemaksaan multilateral dapat menyebabkan kekosongan instrumen kebijakan hingga satu dekade.

Baca juga: Mulut Penuh Sampah Plastik, Penyu Ditemukan Mati di Pantai Baru Bantul

Meski perundingan global alot, Hanif memastikan komitmen domestik tidak akan surut.

"Sikap Indonesia jelas, kita tetap akan menerapkan batasan-batasan penggunaan plastik, terutama plastik yang problematik," tegasnya.

Pemerintah membagi plastik menjadi dua kategori utama, yakni plastik berguna yang komponennya dibutuhkan dan limbahnya dapat dikelola, serta plastik problematik.

Fokus utama pemerintah saat ini adalah menangani plastik problematik yang terbagi menjadi dua jenis, yakni plastik sekali pakai dan plastik yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

“Terhadap dua jenis plastik problematik ini, Indonesia secara konsisten akan menguranginya. Sementara untuk plastik yang berguna, kita dorong untuk penggunaan kembali atau daur ulang,” jelas Hanif.

Pembahasan rinci mengenai langkah-langkah daur ulang ini bahkan telah didiskusikan juga dengan Menteri Perindustrian.

Percepatan target penyelesaian sampah menjadi 2029 ini merupakan amanat Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

"Bapak Presiden minta di 2029, sehingga ada kontraksi rencana yang lebih kuat," tambahnya.

Sebagai upaya serius, Kementerian LH telah menjatuhkan sanksi administratif kepada hampir seluruh kabupaten dan kota di Indonesia karena dinilai tidak melakukan pengelolaan sampah dengan baik.

Ironisnya, dalam penilaian Adipura terbaru, hasilnya sangat memprihatinkan.

"Sampai hari ini, tidak satu kota pun yang lepas dari predikat kota kotor. Nilai seluruh kabupaten/kota masih di bawah 75," ungkap Hanif.

Ia menjelaskan bahwa dalam sistem penilaian Adipura yang baru, skor di bawah 50 masuk kategori kota kotor.

"Dan hari ini, hampir semuanya mendapat nilai kurang dari 50. Ini upaya tegas yang kita lakukan," katanya.

Pemerintah tidak hanya menyasar pemerintah daerah, tetapi juga produsen sebagai salah satu penanggung jawab utama sampah. Dua langkah strategis yang diambil adalah, yakni menghentikan Importasi Scrap Plastik, atau kebijakan ini telah berjalan dan menjadi salah satu poin yang dibahas dalam perundingan traktat global.

Kemudian, juga mewajibkan Extended Producer Responsibility (EPR) yakni skema tanggung jawab produsen atas kemasan produk pasca-pakai akan ditingkatkan statusnya dari sukarela (voluntary) menjadi wajib (mandatory). Draf aturan ini sedang dalam finalisasi.

"Penanggung jawab sampah ada tiga, yakni produsen, rumah tangga, dan kawasan. Produsen kita sentuh melalui EPR ini," kata Menteri Hanif.

Untuk solusi teknologi, pemerintah mendorong dua pendekatan utama, yakni Refuse-Derived Fuel (RDF) atau dianggap sebagai metodologi paling logis dan menjadi pilihan utama untuk daerah dengan volume sampah skala menengah. RDF dinilai lebih mudah diimplementasikan karena memiliki margin keuntungan dari selisih biaya operasional dan penjualan.

Kedua yakni Waste to Energy (WTE), atau disiapkan sebagai langkah terakhir untuk kota-kota dengan timbulan sampah di atas 1.000 ton per hari. Peraturan Presiden terkait WTE telah selesai di tingkat kementerian dan diharapkan ditandatangani Presiden pada akhir Agustus.

Sebagai langkah awal, Kementerian LH telah berencana memulai verifikasi kesiapan di kawasan Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu) untuk proyek WTE.

"WTE ini ibaratnya operasi sesar. Dilakukan saat kondisi darurat seperti ledakan sampah di Bantar Gebang karena risikonya besar, terutama pendanaan. Karena itu, ini adalah langkah terakhir," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau