Editor
Rumah dan lingkungan tempat tinggalnya dahulu sudah tidak bisa ditempati karena tertimbun lumpur.
Lebih menyayat lagi, Sastro menyebutkan banyak makam leluhur warga yang kini tak lagi bisa dikunjungi.
Lokasinya kini terkubur di bawah endapan lumpur yang tidak pernah berhenti menyembur sejak hampir dua dekade lalu.
“Untuk para leluhur kami. Makanya kami menggelar doa bersama dan tabur bunga. Sekaligus mengingat peristiwa semburan, supaya kita tidak melupakan begitu saja peristiwa dahsyat yang telah menenggelamkan banyak kampung di sini,” tambahnya.
Baca juga: Ayam Goreng Legendaris Widuran Solo Tidak Halal, Warga: Kami Sudah Konsumsi sejak Kecil
Tabur bunga yang dilakukan bukan sekadar mengenang, tapi juga menjadi bentuk perlawanan terhadap lupa.
Bagi mereka yang pernah tinggal di kawasan terdampak, lumpur itu tidak hanya memendam tanah, tapi juga mengubur sejarah dan jejak kehidupan ribuan orang.
Kini, peringatan rutin menjadi salah satu cara menjaga ingatan agar tragedi itu tidak terhapus oleh waktu.
Artikel ini telah tayang di Tribun dengan judul Peringati 19 tahun Lumpur Lapindo Sidoarjo, Warga Tabur Bunga, Kenang Para Leluhur dan Kampung.
Baca juga: Kilas Balik 15 Tahun Lumpur Lapindo, Penyebabnya Masih Misterius
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang